Dia mengatakan, selain dalam KUHP, jerat pidana juga diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2018 tentang Pelayaran. Dalam Pasal 302 UU Pelayaran disebutkan, nakhoda yang melayarkan kapal sedangkan yang bersangkutan mengetahui kapal tersebut tidak laik laut sesuai Pasal 117 ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp400 juta. Apabila ada korban jiwa dan kerugian harta benda, ancaman hukumannya berlipat menjadi 10 tahun dan denda Rp1,5 miliar.
“Saya minta pemerintah menegakkan hukum kepada pihak-pihak yang terbukti melakukan kelalaian yang sebabkan korban jiwa pada kecelakaan KMP Tunu Pratama Jaya. Hukuman harus diberikan setimpal dan tanpa ada intervensi dalam kepentingan apapun,” pungkasnya.
Diketahui, KNKT menyampaikan temuan penyelidikan terkait penyebab tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali pada Rabu (2/7/2025). Temuan tersebut menyebutkan KMP Tunu Pratama Jaya mengalami kelebihan muatan hingga tiga kali lipat dari kapasitas maksimal dan kendaraan di dalamnya tidak diikat (lashing).
Muatan yang seharusnya berkapasitas 138, tapi berdasarkan hasil investigasi, kapal tersebut mengangkut beban hingga mencapai 538 ton.
Sebelumnya, operasi SAR pencarian korban KMP Tunu Pratama Jaya dihentikan pada Senin (21/7/2025). Setelah lebih dari dua pekan pencarian intensif atau selama 20 hari, sebanyak 16 orang masih dinyatakan hilang.
Hingga operasi resmi ditutup, tim SAR telah berhasil mengevakuasi 49 orang korban. Adapun perinciannya 30 orang selamat dan 19 lainnya tewas.