Dalam surat dakwaan, jaksa menjelaskan Eni diduga menerima gratifikasi sebesar Rp5,6 Miliar dan 40.000 dolar Singapura yang diberikan empat orang dari perusahan swasta yang bergerak di bidang migas.
Febri mengungkapkan, Eni belum mengembalikan uang sebanyak Rp5,1 miliar dan 40.000 dolar Singapura. Meskipun demikian, KPK menghargai sikap koperatif dari politikus Partai Golkar itu. Sikap Eni tersebut, akan dipertimbangkan sebagai aspek yang meringankan dalam perkaranya.
Uang gratifikasi itu diduga bersumber dari Direktur PT Smelting, Prihadi Santoso yang memberikan Rp250 juta, Direktur PT. One Connect Indonesia (OCI), Herwin Tanuwidjaja sebesar Rp100 juta dan 40.000 dolar Singapura, dan Presdir PT. Isargas, Iswan Ibrahim yang memberikan Rp250 juta.
Sedangkan, pemilik PT. Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan memberikan dana yang paling besar yaitu sebesar Rp5 miliar. Pemberian uang tersebut diberikan atas jasa Eni yang telah membantu keempat perusahaan itu untuk memfasilitasi kepentingan mereka, seperti mendapatkan izin impor.
Pemberian total uang gratifikasi dilakukan secara bertahap melalui transaksi perbankan dan melalui perantara pihak ketiga. "Terdakwa tidak pernah melaporkan ke Komisi Pemberantaran Korupsi sampai dengan batas waktu 30 hari kerja sebagaimana yang dipersyaratkan," kata jaksa.
Atas perbuatannya, Eni dikenakan Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHAP.