Kedua, alat kelengkapan di antara DPR dan DPD juga timpang karena di DPR terdapat 10 item alat kelengkapan seperti tertulis di Pasal 83 ayat 1 Undang-Undang MD3. Sementara di DPD hanya ada tujuh item alat kelengkapan, seperti tertulis di Pasal 259 ayat 1 Undang-Undang MD3. Ketiga, terhadap hak anggota DPR dan anggota DPD juga mengalami diskriminasi yang sangat mencolok.
Hak anggota DPR dirumuskan dalam 11 item di Pasal 80 Undang-Undang MD3. Sedangkan hak anggota DPD dirumuskan hanya 7 item di Pasal 257 Undang-Undang MD3.
"Padahal, jika hak tersebut tidak diatur secara equal, maka hal ini jelas melanggar Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945," tutur LaNyalla. Menurutnya, sudah barang tentu hal itu menjadi tugas baik DPD, DPR maupun Presiden.
"Bila kita serius ingin membangun sistem ketatanegaraan yang ideal dan lebih baik, dalam sambutan saya pada puncak peringatan HUT ke-17 DPD pada 1 Oktober 2021, saya menyatakan bahwa posisi DPD RI dalam memandang rencana amendemen konstitusi berada dalam koridor untuk kepentingan bangsa dan negara, terutama kepentingan
daerah, sebagai bagian dari tugas dan peran DPD sebagai wakil daerah," katanya.
LaNyalla menegaskan amedemen konstitusi harus bermuara kepada tujuan membuat Indonesia lebih baik.
"Karena itu, amendemen konstitusi harus menjadi momentum bersama untuk melakukan refleksi dan koreksi atas arah perjalanan bangsa. Sebab, kita dengan jelas melihat bahwa persoalan utama bangsa ini adalah belum terwujudnya tujuan dari lahirnya bangsa ini, yaitu; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," tutur dia.