Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu mengatakan kasus TPPO yang menyasar ABK bukan kali pertama terjadi. Selain kasus di Benjina, LPSK pernah mencatat beberapa kasus TPPO yang peristiwanya mirip dengan apa yang terjadi dengan ABK di kapal Long Xing, diantaranya kasus di Jepang, Somalia, Korea Selatan serta Belanda.
Menurut catatan akhir tahun LPSK 2019, permohonan perlindungan untuk kasus TPPO menempati posisi empat besar. Setelah kasus kekerasan seksual anak, terorisme, dan pelanggaran HAM berat.
“Pada tahun 2018, permohonan perlindungan untuk kasus TPPO berjumlah 109, sedangkan di tahun 2019 naik menjadi 162 permohonan. Sedangkan ihwal jumlah terlindung, pada 2018 terdapat 186 terlindung kasus TPPO dan naik menjadi 318 terlindung di tahun 2019” ucapnya.
Berdasarkan pengalaman LPSK melakukan investigasi kasus TPPO khusus di sektor kelautan dan perikanan, ditemukan fakta banyaknya perlakukan tidak manusiawi yang dialami oleh para korban. Menurutnya, para korban mengalami penipuan dalam proses rekrutmen, pemalsuan identitas, jam kerja yang melebihi aturan, tindakan kekerasan dan penganiayaan, penyekapan, gaji yang tidak layak sampai ancaman pembunuhan.
“Kami pernah mendengarkan pengakuan korban yang tidak mendapatkan air minum yang layak, mereka terpaksa minum air laut yang disaring, bahkan ada yang meminum air AC,” ucapnya.