Sjafrie yang berasal dari kecabangan infanteri itu ditempa Korps Komado Pasukan Khusus alias Kopassus. Awal-awal kariernya banyak berkutat di pasukan elite Baret Merah tersebut.
Pria tinggi tegap ini antara lain bertugas sebagai Danton Grup 1 Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha, kini Kopasssus), Komandan Nanggala X Timor-Timur (1976), Komandan Nanggala XXI Aceh (1987), Komandan Tim Maleo Irian Jaya (1987) hingga terlibat dalam Satgas Kopassus Timor Timur (1990).
Setelah itu penugasannya beralih sebagai pasukan perisai hidup presiden. Sjafrie ditarik sebagai komandan Grup A Paspampres.
Semasa inilah terdapat pengalaman yang akan selalu ditulis dalam sejarah, yaitu ketika mengawal Presiden Soeharto ke Bosnia Herzegovina pada 1995.
Kala itu, Bosnia dilanda kecamuk perang. Kedatangan Pak Harto pun dianggap sebagai kunjungan nekat. Pendek kata, ibarat kontrak hidup mati.
Asal tahu, dua hari sebelum kunjungan bersejarah itu, pesawat yang ditumpangi utusan khusus PBB, Yasushi Akashi, ditembaki saat terbang ke Bosnia.
Makin menegangkan karena Pak Harto enggan menggunakan rompi antipeluru dan helm baja sebagai pelindung ketika menuju Bosnia. Dalam pesawat buatan Rusia yang terbang dari Zagreb (Kroasia), sebagaimana ditulis dalam buku ‘Pak Harto: The Untold Stories’, pemimpin Orde Baru itu malah menyuruh Sjafrie untuk menenteng rompi antipelurunya.
Sjafrie tentu saja harus mencari akal agar Pak Harto tetap selamat dalam kunjungan itu. Instingnya bergerak cepat.