JAKARTA, iNews.id - Menteri Sosial Tri Rismaharini menyampaikan progres perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang pada 2020 banyak mendapatkan catatan dari BPK, BPKP, dan KPK.
Dalam acara yang diselenggarakan di Gedung ACLC KPK (6/9/2023) tersebut, Mensos Risma menyatakan potensi kerugian negara dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) lebih dari Rp523 miliar per bulan dapat diselamatkan melalui penidaklayakan penerima yang dilakukan bersama pemerintah daerah (pemda) sebanyak 2.284.992 Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Pemda juga telah memperbaiki 41.377.528 data dan telah diterima 21.072.271 data usulan baru. Sebanyak 15.294.921 jiwa sudah menerima bansos dan yang diusulkan untuk masuk DTKS sudah terdaftar sebesar 4.473.332 jiwa.
Dalam acara Interoperabilitas Data Antar K/L untuk Akurasi Data Penerima Bantuan, Mensos Risma juga menyampaikan bahwa potensi kerugian negara pada penyaluran bansos sebesar Rp140 miliar per bulan dapat diselamatkan bersama dengan kerja sama antara Komisi Pemberantasan Korupsi, Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Ditjen AHU Kenenterian Hukum dan HAM, Badan Kepegawaian Negara, serta BPJS Ketenagakerjaan.
Terdapat 493.137 penerima bansos dengan gaji diatas UMK, 23.879 ASN, dan 13.369 data yang terdaftar pada Ditjen AHU sudah dikembalikan ke daerah untuk diverifikasi ulang.
Dalam pertemuan ini, Mensos Risma mengungkapkan, sejak menjabat dia telah menerima banyak masukan dari BPK, BPKP, dan lembaga lainnya terkait upaya pembersihan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sehingga pada Agustus 2023 sebanyak 68. 211.528 data sudah ditidurkan atau di-non ops-kan.
"Sejak awal menjabat sebagai menteri sosial, saya menerima banyak surat cinta dari BPK, BPKP atau lembaga lain yang isinya data kami tidak berintegritas. Kemudian, ada juga masalah transparansi dan regulasi data bansos. Dari sanalah kami bertekad melakukan perbaikan," ujar Mensos Risma.
Selain itu, dia menilai bahwa pembaruan data selama dua tahun (sesuai UU) atau bahkan enam bulan sekali dinilai masih sangat lambat karena data kependudukan berubah cepat, baik ada yang meninggal, berpindah domisili, bayi lahir, dan sebagainya. Oleh karena itu, Mensos Risma mengusulkan adanya pembaruan data tiap satu bulan sekali.
"Maka, pada 2021, kami sudah mencoba evaluasi tiap enam bulan, itu data sudah tidak update. Karena itulah deviasinya terlalu tinggi jika kami melakukan pembaruan tiap dua tahun sekali. Risiko ketidakakuratan data sangat tinggi. Akhirnya, saya usulkan agar memperbarui data tiap bulan," tuturnya.
Mensos Risma juga menyinggung peran penting pemerintah daerah. Sesuai Undang-Undang No 13 tahun 2011, Mensos hanya berwenang menetapkan dan bukan mengubah atau mengusulkan data.