“Tapi Indonesia tidak pernah memilih itu, Indonesia telah memilih NKRI, Pancasila sebagai ideologi negara, Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar negara dan semboyan Bhineka Tunggal Ika,” ujarnya melanjutkan.
Nasir mengatakan, empat pilar kebangsaan adalah hasil pemikiran para pendahulu yang berasal dari berbagai latar belakang yang bertujuan untuk merajut kebersamaan dalam Indonesia yang satu. Sekalipun membahas paham-paham seperti marxisme, maka hanya sebatas kajian internal antara mahasiswa dan dosen dan tidak untuk konsumsi publik.
“Ini hanya untuk konsumsi internal di dalam kajian akademik, kalau kajiannya dibawa keluar berarti propaganda, itu tidak boleh,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Nasir juga meminta seluruh rektor perguruan tinggi dan direktur politeknik di seluruh Indonesia untuk mendata nomor kontak telepon dan media sosial baik dosen, pegawai maupun mahasiswa. Dia berdalih pendataan itu untuk mencegah radikalisme.
“Kalau mereka terpapar radikalisme katakan tergabung HTI (Hizbut-Tahrir), maka nanti kita akan cek apakah benar, melalui profiling, kalau datanya sudah ada maka profilingnya akan lebih cepat. Kalau memang itu terbukti, maka kita harus edukasi mereka, harus kembali ke NKRI,” katanya.