JAKARTA, iNews.id - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan 13 kepala daerah. Gugatan tersebut, terkait pasal 201 ayat 7 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Dalam putusannya, MK tidak mengabulkan permintaan para kepala daerah yang menginginkan jadwal pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak diatur ulang mundur menjadi 2025.
Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK menyatakan pasal 201 ayat 7 UU 10/2016 yang berbunyi, "Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024" bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan dilantiknya gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil wali kota oleh KPU hasil pemilihan tahun 2025.'
Para pemohon terpilih sebagai kepala daerah dari hasil pemilihan tahun 2019 dan baru dilantik pada tahun 2020 . Mereka merasa dirugikan dan dilanggar hak konstitusionalnya sebagai kepala daerah karena masa jabatannya terpotong atau tidak penuh 5 tahun.
Dalam putusan tersebut, MK menilai kerugian konstitusional yang dialami oleh para pemohon berupa pemotongan masa jabatan bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah yang dipilih tahun 2018 tetapi baru dilantik pada tahun 2019 karena menunggu berakhirnya masa jabatan kepala daerah atau wakil kepala daerah sebelumnya.