Dengan demikian, hakim menilai konsekuensi logis dalam diterapkannya mekanisme recall terhadap anggota DPR atau anggota DPRD juga harus dilakukan oleh partai politik sebagai wujud pelaksanaan demokrasi perwakilan.
"Oleh karena itu dengan uraian penegasan demikian, keinginan para pemogon agar konstituen diberikan hak yang sama seperti partai politik sehingga dapat memberikan usulan pemberhentian antarwaktu DPR dan anggota DPRD pada dasarnya tidak sejalan dengan demokrasi perwakilan," kata Hamzah.
Hakim juga menilai diberikannya konstituen hak yang sama seperti partai politik justru sebagaimana keinginan para pemohon justru sama saja dengan melakukan pemilihan umum ulang. Kondisi inilah yang dinilai hakim menimbulkan ketidakpastian hukum. Mahkamah pun menilai permohonan para pemohonan tidak beralasan hukum.
"Di samping itu, secara teknis hal seperti ini sama saja dengan melakukan pemilihan umum ulang di daerah pemilihan yang bersangkutan dan hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak dapat dipastikan pemilih yang pernah memberikan hak pilihnya kepada anggota DPRD dan anggota DPRD yang akan diberhentikan pada waktu dilaksanakan pemilihan umum," ucapnya.