JAKARTA, iNews.id – Belakangan ini, kabar tentang penolakan warga memakamkan jenazah teroris di Surabaya, Jawa Timur, cukup menyedot perhatian publik di Tanah Air. Setelah diusut, mereka menolak jenazah tersebut dimakamkan di kampung mereka karena merasa sakit hati dan kesal.
Namun, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Saadi mengingatkan, jenazah teroris yang beragama Islam tetap harus disalatkan. “Bagi orang hidup, ada kewajiban mengurus orang yang meninggal, yang beragama Islam, dan hukumnya adalah fardu kifayah,” kata Zainut di Jakarta, Sabtu (19/5/2018).
Fardu kifayah merujuk pada istilah kewajiban kolektif. Maksudnya, jika kewajiban itu ditunaikan oleh beberapa perwakilan muslim saja di satu wilayah, mereka akan mendapat pahala. Sebaliknya, jika kewajiban itu tidak ditunaikan oleh seorang pun di wilayah itu, maka seluruh masyarakat yang bermukim di sana akan mendapatkan dosa.
Zainut mengatakan, mengurus jenazah yang dimaksud dalam ajaran Islam meliputi memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan mayat. “Masalahnya, apakah seorang teroris yang meninggal akibat perbuatannya itu masih tetap dianggap sebagai orang beriman atau muslim? Ini yang perlu didudukkan masalahnya,” ujarnya.
Dia menjelaskan, perbuatan terorisme memang haram hukumnya karena telah menimbulkan ketakutan, kecemasan, kerusakan, dan bahkan kematian pihak lain. Perbuatan terorisme muncul karena salahnya seseorang dalam memahami ajaran agama, sehingga pelakunya pun tak segan-segan berbuat kekerasan dengan mengatasnamakan agama.