Jelang kematian, kata dia, gelombang frekuensi listrik pada otak akan melambat. Normalnya, gelombang otak sebanyak 9-10 gelombang per detik, sedangkan pada orang yang kesadarannya menurun jelang kematian hanya 2-3 gelombang dalam 1 detik.
Aktivitas listrik pada otak normal diukur dalam satuan microvolt, yaitu 70-100 microvolt. Namun jelang kematian amplitudo otak semakin rendah, yaitu kurang dari 2 microvolt.
“Hasil pengamatan EEG otak manusia yang normal dengan yang terkena penyakit epilepsi menunjukkan pola gelombang yang sama, yaitu lebih dari 2 microvolt dan kurang dari 10 microvolt. Namun terlihat perbedaan pola gelombang pada 1-2 jam menjelang kematian,” ucap dia.
Hal tersebut dapat dilihat dari gambaran gelombang yang lambat, amplitudo yang terus menerus rendah, dan aktivitas ritmis yang berulang-ulang dalam periode waktu yang sama pada pengidap epilepsi. Sedangkan, pada otak orang sehat yang akan meninggal dengan tidak adanya aktivitas ritmis, dan amplitudonya yang berangsur angsur rendah.
Selain menggunakan alat EEG, aktivitas otak manusia menjelang kematian juga dapat diketahui melalui pola napas dan ukuran pupil mata. Sebab, hal tersebut berkaitan dengan otak.
“Pola napas dikendalikan oleh otak, pola tersebut dapat diketahui jelang kematian jika terjadi apnea, yaitu napas yang berhenti. Pupil mata dalam keadaan normal akan membesar saat diberi sinar, kemudian mengecil. Apabila pupil tidak mengecil artinya fungsi saraf otaknya sudah terganggu,” tutup dr Kurnia.