Mantan hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta ini membeberkan, secara spesifik rekomendasi yang telah disampaikan KPK yakni agar pembelian tidak langsung dalam jumlah besar. Rekomendasi berikutnya kata Alexander, pembelian vaksin Covid-19 harus mendapatkan pertimbangan dari Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Berikutnya juga meminta pertimbangan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan TUN (Jamdatun), LKPP, dan BPKP untuk membantu menganalisis draf kontrak pengadaan vaksin.
"Pembelian vaksin dalam jumlah besar direkomendasikan untuk menunggu selesai hasil uji klinis tahap 3," katanya.
Alexander mengungkapkan, berdasarkan pemberitaan media massa pemerintah telah sepakat dengan perusahan produsen/penyedia untuk membeli vaksin Covid-19. Tapi ujar dia, KPK nantin akan melakukan koordinasi lagi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), LKPP, BPKP. Apalagi, pemerintah sudah menugaskan LKPP dan BPKP untuk mengawal pengadaan barang dan jasa (PBJ) untuk vaksin Covid-19.
"Kami belum lihat kontrak seperti apa. Tapi kami percaya pemerintah mempertimbangkan aspek kehati-hatian dan berbagai risiko yang akan muncul di kontrak. Tidak mungkin pemerintah tergesa-gesa mengadakan vaksin kalau efektivitas belum terbukti," katanya.
Dia membeberkan, vaksin Covid-19 sangat dibutuhkan hampir semua negara guna kemudian dilakukan vaksinasi kepada masyarakat. Di sisi lain, tutur Alexander, ada keterbatasan sisi jumlah dan produksi vaksin. Menurut Alexander, berdasarkan koordinasi KPK dengan pemerintah sebelumnya memang tampak bahwa pemerintah sudah mempertimbangkan kebutuhan vaksin 70 persen untuk masyarakat yang akan divaksin lebih kurang 200 juta dosis.
"Pemerintah sudah perhitungkan kapan vaksin dibutuhkan segera dengan mempertimbangkan efektivitas vaksin. Percuma pemerintah deal 200 juta dosis sementara hasil ujinya belum kan," katanya.