”Hal ini juga didorong oleh fenomena post truth dan hoaks di media sosial yang menempatkan narasi radikal diproduksi secara besar-besaran, multichannel, cepat, bias konfirmasi dan manipulatif,” ujarnya.
Untuk itu, Nuning menegaskan, selain penanggulangan, BNPT perlu juga berfokus pada faktor pencegahan arus radikalisasi di kalangan perempuan Indonesia. Kedua faktor tersebut harus sama kuatnya.
Stakeholder lainnya perlu meningkatkan upaya internalisasi nilai kesetaraan dan keadilan gender, agar perempuan Indonesia dapat lebih berdaya melawan dominasi kultur patriarki.
Hal ini dapat dilakukan dalam prinsip kerja sama dengan organisasi keagamaan moderat yang memproduksi counter narasi radikalisasi. Untuk pencegahan di media sosial, pembatasan tidak efektif untuk menangkal radikalisme, yang harus dilakukan adalah meningkatkan kemampuan literasi masyarakat Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen (Pol) Ir Hamli mengungkapkan, BNPT saat ini sedang melakukan penguatan ideologi Pancasila khususnya pada perempuan dan remaja.
"Kita lakukan penguatan pada perempuan dan remaja, karena memang kalau dari yang ada sekarang banyak yang menjadi sasaran radikalisme," kata Hamli.
Dia mengungkapkan, hal yang dapat dilakukan untuk mencegah radikalisme dengan memfilter informasi yang terdapat di media sosial.