"Harapannya dalam sistem zonasi, guru harus dapat merangkul anak-anak yang lambat, tidak memedulikan status sosial siswa. Sarana dan prasarana harus standar. Konsep berkeadilan sosial, harus memperhatikan kebijakan anggaran kementerian,” ucapnya.
Menurut Doni, harus dipastikan seluruh pemda seragam menerapkan kebijakan ini. Bukan seperti saat ini, banyak pemda belum menjalankan prinsip di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Jika sudah dilakukan penerapan seragam dalam tiap daerah, kata dia, baru dapat dilakukan penelitian dampak zonasi tersebut.
”Pemerintah harus punya kredibilitas terhadap kebijakan yang dibentuk. Sosialisasi dengan pemerintah daerah sangat diperlukan agar mengurangi perbedaan. Harus adanya kolaborasi antar kementerian supaya selaras dalam memenuhi akses pendidikan,” ujarnya.
Pengamat Pendidikan dari Universitas Krisnadwipayana Abdullah Sumrahadi berpandangan, kebijakan zonasi wujud pemerataan pendidikan yang perlu didukung agar setiap sekolah maju dan berkembang bersama.
“Kebijakannya sudah sesuai Nawacita jilid II maka perlu dukungan daerah provinsi di seluruh Indonesia. Hal ini harus disertai perubahan paradigma masyarakat terkait hak akses pendidikan yang menjadi kewajiban negara. Ini kan berlaku untuk sekolah negeri saja karena tanggungjawab negara,” ucap Abdullah.
Namun menurut Abdullah, memang masih perlu perbaikan sosialisasi ke masyarakat supaya tidak salah paham. Kebijakan Mendikbud Muhadjir Effendy dinilainya sebagai terobosan berani, sehingga jangan sampai dikalahkan oleh ketidakpahaman publik.