Kemudian kedua, kejaksaan ataupun kepolisian dalam proses penyidikan harus melakukan profiling mendalam terhadap tersangka kasus narkoba. Salah satunya, dengan melakukan penelusuran terhadap rekening ataupun transaksi keuangan serta cara hidup orang tersebut.
"Jadi harus dilihat juga profilnya tersangka ini, kalau kemudian, dia sebagai pengguna, dicek juga, karena kalau kemudian hanya keterangan-keterangan dari orang per orang, itu kan kemudian tidak bisa menggambarkan apa-apa," beber Tama.
"Harus dilihat dari transaksi keuangan yang berhubungan dengan tersangka tersebut, termasuk dengan cara hidupnya. Jadi prinsip know your suspek bisa diterapkan disitu, jadi harus jadi pedoman, jadi acuan. Ini dua hal ini menjadi penting yang harus dilakukan dengan sangat hati-hati," tuturnya lagi.
Tama berharap rencana penerapan restorative justice terkait kasus narkoba ini sesuai dengan pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021. Sehingga, penerapan restorative justice ini tidak asal-asalan dan sesuai dengan tujuannya.
"Sehingga kemudian, penerapannya tidak serampangan, jangan asal ada narkotika, wah ini pengguna nih, restorative justice, enggak. Tetap harus tegas, karena biar gimanapun Indonesia saat ini sedang perang melawan narkotika," katanya.
Diketahui sebelumnya, Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin berencana menerapkan restorative justice bagi para pengguna murni narkoba. Rencananya, para pengguna murni narkoba tidak akan dipidana penjara, melainkan direhabilitasi.
Menurut Burhanuddin, hukuman penjara tidak tepat untuk penyalahguna narkotika. penyalahguna narkotika lebih tepat apabila mendapatkan rehabilitasi karena sejalan dengan semangat kebijakan penerapan keadilan restoratif narkotika.