Abdul menambahkan, meski secara hukum mantan narapidana yang telah menjalankan masa hukuman boleh mencalonkan diri sebagai caleg, namun hal ini menjadi tidak patut karena figur calon pejabat publik merupakan panutan moral masyarakat.
“Jadi tidak seyogianya seseorang yang pernah melakukan tindakan kriminal dan merugikan masyarakat dipilih sebagai wakil rakyat,” kata dia.
Seperti diketahui, KPU akan mengumumkan daftar caleg DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota serta DPD yang merupakan mantan napi kasus korupsi. Langkah ini dilakukan menyusul polemik eks narapidana koruptor yang sempat dikeluarkan oleh KPU kepada caleg yang akan mengikuti Pemilu 2019.
Larangan tersebut tertuang dalam Pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota serta Pasal 60 huruf j PKPU Nomor 26 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD.
Namun ketentuan itu dihapus berdasarkan hasil uji materi di Mahkamah Agung (MA). MA menganggap larangan tersebut bertolak belakang dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.