JAKARTA, iNews.id - Markas Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur identik dengan keberadaan Jalan RA Fadillah. Nama jalan itu diambil dari nama Kapten RA Fadillah yang gugur dalam pertempuran melawan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Riau tahun 1958.
Kopassus kerap menggunakan nama RA Fadillah untuk nama jalan atau bangunan yang bernilai penting atas jasa dan pengabdian yang pernah dilakukan.
Kapten RA Fadillah ditunjuk sebagai Komandan Kie B untuk menguasai pertahanan musuh yang berada di Lubuk Jambi, Riau. Satu peleton Banteng Raiders pun diberangkatkan untuk menguasai markas utama musuh yang disebut berada di Desa Cengar.
Dalam buku "Kopassus untuk Indonesia, Profesionalisme Prajurit Kopassus", dijelaskan bahwa perjalanan berat harus dilalui pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD, saat ini Kopassus) tersebut dengan melawati sungai yang cukup lebar dan hutan rawa sambil diguyur hujan. Rencana penyergapan pukul 09.00 WIB tak terlaksana karena pasukan baru tiba pukul 12.00 WIB.
Namun Desa Cengar yang disebut dihuni sekitar dua peleton pasukan musuh ternyata sudah dikosongkan. Padahal dua pesawat pembom sudah mengitari desa itu sambil melepaskan sejumlah tembakan.
Pasukan RPKAD kemudian dibagi menjadi dua tim, di mana tujuh orang berada di bawah komando Kapten RA Fadillah dan satu tim lain bergabung dengan peleton Batalyon Raiders/Diponegoro di bawah Lettu Djajadiningrat. Mereka akan masuk ke Lubuk Jambi melalui Sanagu dan Banjarmasin.
Kelompok RA Fadillah yang telah masuk hutan dan menyeberangi sungai tiba-tiba bertemu pasukan musuh yang berjumlah banyak tengah menarik diri dari Lubuk Jambi. Seketika pasukan Kapten RA Fadillah dihujan tembakan selama tiga menit tanpa henti. Bahkan terdengar suara senapan mesin LMG 30 yang belum pernah dimiliki Angkatan Perang Republik Indonesia (TNI saat ini).