Said menuturkan, menuju 2045 Indonesia menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0. Di era ini Indonesia bisa mendapatkan manfaat, tetapi juga berpeluang mendapat efek negatif yaitu menjadikan manusia terperangkap sebagai objek kemajuan teknologi dan informasi.
Menurut Said, kemajuan teknologi dan informasi dapat mengurangi hubungan dan kedekatan antarmanusia (hablun min al-nas). Di sini lah santri memiliki modal besar untuk mendorong manusia tetap sebagai pusat (sentral) atas kemajuan teknologi dan informasi.
Santri, kata dia, memiliki mekanisme agar hubungan antarmanusia tetap kuat dan kokoh, di antaranya tahlilan, yasinan, dan barzanji.
”Di dalam tradisi keberagamaan tersebut, teknologi dan informasi merupakan instrumen bukan tujuan. Dengan demikian, seluruh produk peradaban diarahkan untuk menguatkan kualitas kemanusiaan kita,” ujarnya.
Dalam Pidato Kebudayaan ini, Said juga memaparkan empat pokok pikiran yang bisa dijadikan untuk menyongsong 100 tahun Indonesia. Pertama, Islam dan kebudayaan yaitu bagaiman Islam menjadi sarana atau alat untuk transformasi kebudayaan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.