JAKARTA, iNews.id - Sidang praperadilan Setya Novanto memasuki tahap mendengarkan paparan saksi ahli dari pihak termohon yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK menghadirkan tiga ahli dalam sidang kali ini salah satunya adalah ahli hukum pidana asal Universitas Padjajaran Komariah Emong Sapardjaja.
Dalam sidang, Komariah menegaskan, penetapan tersangka Setya Novanto (Setnov) dalam kasus e-KTP sah secara hukum. Bahkan menurutnya, tidak perlu dipermasalahkan duplikasi surat perintah penyidikan (sprindik) dalam kasus tersebut. Jika sprindik kedua diterbitkan, maka yang pertama akan gugur otomatis.
"Bahwa 'ne bis in idem' itu memang tidak boleh tetapi terhadap perkara yang sudah mempunyai putusan tetap (inkracht) karena berarti perkara itu sudah masuk pokok perkara. sprindik penetapan tersangka pertama tidak berlaku, dengan (keluarnya) sprindik kedua. Itu dibolehkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Komariah di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Selasa (12/12/2017).
Dia menekankan, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2016 dijelaskan lingkup praperadilan tidak boleh berbicara tentang pokok perkara. Sedangkan terkait terbitnya dua sprindik untuk Setnov, mantan hakim agung itu mengacu pada putusan MK Nomor 21 Tahun 2014, juga Nomor 42 dan 72 Tahun 2014.
"Perma Nomor 4/2016 tidak berbicara mengenai pokok perkara hanya segi formal saja, jadi tidak ada ne bis in idem", ungkap Komariah.
PN Jaksel kembali menggelar sidang praperadilan yang dipimpin Hakim Kusno. Sebelumnya, dalil permohonan dan petitum praperadilan yang diajukan oleh pihak Setnov disebutkan bahwa penetapan tersangka yang kedua terhadap Setnov oleh KPK berdasarkan Surat Nomor B-619/23/11/2017 tanggal 3 November 2017, perihal Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Jo. Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik-113/01/10/2017 tanggal 31 Oktober 2017 adalah telah melanggar asas ne bis in idem.