JAKARTA, iNews.id – Partai Demokrat bereaksi atas munculnya nama Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam sidang perkara dugaan korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto (Setnov). Demokrat menyatakan bahwa setiap kebijakan yang bersumber dari undang-undang (UU) wajib dilaksanakan Presiden.
”Setiap kebijakan yang bersumber dan menjadi amanah UU wajib dilaksanakan. Apabila presiden tidak melaksanakan kewajiban UU berarti presiden melanggar UU dan bisa diminta pertanggungjawabannya secara kelembagaan. Landasan kebijakan e-KTP loud and clear,“ kata Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (25/1/2018).
Agus lantas menceritakan awal munculnya program e-KTP. Menurut dia, kebijakan itu dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional/nasional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia.
Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan menggandakan KTP-nya. ”Misalnya untuk menghindari pajak, memperlancar korupsi atau kejahatan/kriminalitas lainnya, menyembunyikan identitas (seperti teroris) dengan memalsukan identitas,” kata Agus.
Didorong oleh pelaksanaan pemerintahan elektronik (e-government) serta untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepad masyarakat, Kemendagri menerapkan suatu sistem informasi kependudukan yang berbasiskan teknologi yaitu e-KTP.