Kendati demikian, sejumlah negara sudah mengambil tindakan secara parsial. Jerman dan Australia sudah mengambil inisiatif tersendiri untuk memulangkan sejumlah anak-anak, tanpa orang tuanya. Sedangkan Amerika mengambil sejumlah orang untuk diadili karena berkaitan dengan kasus teror yang berjalan di pengadilan.
Hendardi menekankan, Pemerintah Indonesia harus realistis bahwa pada akhirnya, mau tidak mau, Indonesia harus mengambil tanggung jawab terhadap orang-orang asal Indonesia yang pernah menjadi anggota dan simpatisan ISIS. ”Kita pada saatnya tidak bisa menolak keberadaan dan kembalinya mereka ke Indonesia,” ujarnya.
Hendardi mengungkapkan, alasan bahwa sebagian WNI telah membuang paspor dan menyatakan bukan warga Indonesia serta pernah bertempur menjadi tentara asing pada saatnya tidak akan relevan. Isu kemanusiaan dan statelessness akan menjadi concern utama dunia internasional. Apalagi ISIS, meskipun pada masa kejayaannya memiliki struktur dan teritori seperti negara, tidak pernah diakui oleh entitas internasional manapun sebagai negara.
Dalam pandangan Setara Institute, tindakan yang cukup mendesak untuk diambil adalah pemulangan anak-anak Indonesia, terutama yang berada di bawah usia 9 tahun. Semakin lama anak-anak itu tinggal di kamp tahanan, atmosfer yang buruk di kamp akan berdampak pada mereka, baik secara fisik maupun psikis.
Semakin lama mereka di sana, justru akan semakin terpapar oleh paham ekstrem ISIS dan dampak buruk situasi ekstrem di sana. Apalagi dari sejumlah pemberitaan internasional, para perempuan yang masih keras ideologisnya berusaha mempertahankan pengaruhnya.