Saksi menegaskan, dasar laporan terhadap Munarman merujuk dengan adanya bom yang meledak di Gereja Katedral di Jolo, Filipina Selatan, yang dilakukan oleh kelompok teroris Indonesia. Dari insiden itu, saksi menyatakan ada keterkaitan dengan serangkaian kegiatan kelompok Makassar.
"Adalah ketika terjadi pengeboman di Katedral Gereja di Jolo yang kemudian membawa kita kepada link atau jaringan, yang juga di dalam pantauan penyelidikan dan akhirnya ada seperti link, hubungan antara peristiwa yang terjadi di Jolo tersebut dengan serangkaian apa yang kita sebut sebagai kelompok Makassar," kata saksi melalui pengeras suara.
Atas latar belakang itu, kepolisian memeriksa sejumlah saksi. Dari keterangan itu, saksi pelapor menduga kuat adanya keterlibatan Munarman dalam aksi teror tersebut.
"Nah inilah yang membawa kita kepada beberapa saksi-saksi yang kemudian memberi keterangan yang dugaan kuat saya adalah menghubungkan dengan keterlibatan saudara Munarman," kata saksi.
Selanjutnya, JPU menanyakan kepada saksi mengapa ada jangka waktu proses pengusutan kasus Munarman yang baru dilaporkan pada tahun 2021. Sedangkan, dugaan keterlibatan Munarman telah terendus sejak 2015 silam.
Saksi menjawab, untuk membuktikan dugaan kasus tindak pidana terorisme itu membutuhkan proses panjang untuk mengumpulkan bukti-bukti. Dengan kata lain tidak sekedar menduga-duga merujuk pada keterangan sejumlah saksi saja.
"Kita tidak langsung menduga dari keterangan beberapa orang saja sebelum kita didukung dengan beberapa alat bukti. Kejadian yang sudah lama itu memang dipicu oleh kejadian awal yang baru-baru terjadi, yaitu serangkaian tindak pidana terorisme yang berdasarkan hasil penyelidikan mengarah kepada flashback ke belakang serangkaian kejadian-kejadian pada 2015 tersebut," ucapnya.