"Satu hari itu sampai 300 truk ilegal itu. Padahal seluruh pemilik izin libur semua,” kata dia.
Dia juga menyesalkan munculnya pungutan liar melalui portal di jalan tambang oleh kelompok tertentu kepada sopir truk. Biaya portal yang dikenakan bervariasi, bahkan mencapai Rp110.000.
“Sekarang ya di samping ilegal juga ada tarikan portal. Portal itu bukan satu. Tiap orang buat portal-portal. Itu kan merugikan,” kata Jamal.
Selain barcode dan portal liar, Jamal juga menyoroti keberadaan praktik penambangan dengan metode sedotan atau pompa pasir yang dinilai memiliki daya rusak lingkungan lebih besar. Menurutnya, penambangan dengan metode sedotan memiliki biaya operasional yang lebih murah, tapi pelaku tidak membayar pajak sedikit pun ke pemerintah.
“Sedotan itu tidak enggak bayar pajak, enggak bayar apa. Sehingga teman-teman kan merasa dirugikan yang milik pemilik izin,” ujarnya.
Karena itu, Jamal menyampaikan tiga tuntutan utama HPBI Lumajang kepada pemda dan aparat penegak hukum. Pertama, meminta penertiban sistem barcode dari oknum manipulatif.