Forecasting Terorisme 5.0
Untuk menjawab mengapa terdapat ketimpangan antara zero attack dengan jumlah penangkapan individu terelasi jaringan teror, tentunya ada beberapa argumentasi selain penguatan pencegahan. Pertama, bahwa hingga saat ini kita masih banyak mendapati berseliweran konten di ranah media sosial mempromosikan ideologi berbeda dari Pancasila. Kedua, banyaknya platform media sosial yang kurang sensitif terhadap isu radikalisme, ekstremisme, dan terorisme yang tersebar di dalam platform media sosial tersebut.
Dua problem di atas selalu menjadi diskusi menarik. Kita tahu bahwa rezim regulasi antiterorisme di Indonesia saat ini berbeda dengan sebelum reformasi. Penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah syarat mutlak dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Negara tidak bisa lagi semena-mena menerapkan aturan tanpa melihat aspek hak asasi manusia.
Kita dihadapkan pada kenyataan antara menyediakan ruang kebebasan berpikir bagi publik dan pengendalian bahaya radikalisasi. Antara mendorong kebebasan mengekspresikan pikiran dengan mengatur dan mengendalikan penyebaran ideologi ekstrem. Dua hal yang berjalan di ranah yang sama, mempromosikan hak asasi manusia sekaligus menjaga pertahanan dan keamanan negara. Kesemuanya berujung pada keamanan versus hak asasi manusia.
Dengan kondisi demikian, pengaturan tentang penyebaran ideologi teror, baik di ranah maya maupun dunia nyata, bagaimanapun sangat diperlukan, sampai titik mana ideologi teror dapat didiskusikan sebagai bagian dari wacana kognitif. Karenanya, tawaran sistem penyeimbangan antara (isu) keamanan dan perlindungan hak atas privasi perlu dilahirkan. Tentunya dengan memperhatikan realitas yang terus berubah (Wahyudi Djafar, 2022) seiring perkembangan situasi sosial. Solusi yang penyeimbang yang demikian perlu diwujudkan bukan hanya dalam wacana namun dalam langkah praktis.
Migrasi teror konvensional menuju siber
Berkaca berbagai modus operasi organisasi teror di masa lalu dan saat ini, pergeseran pola gerakan terlihat dengan jelas. Rekrutmen, propaganda, pendanaan, konsolidasi telah bermigrasi dari cara-cara konvensional tatap muka, menuju cara yang lebih modern nirkontak. Bahkan, tak jarang diketemukan fakta kolaborasi antara keduanya atau hibridisasi teror.