Dia menambahkan, saat ini MK sedang fokus terhadap penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Sesuai jadwal keputusan sengketa pilkada ini akan dilakukan 9-15 Agustus.
"Hari ini semua sidang panel perkara (selesai), rapat permusyawaratan hakim. Masing-masing panel melaporkan ke pleno sehingga diketahui perkara ini seperti apa," katanya.
Uji materi atas Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dimohonkan oleh 12 aktivis demokrasi melalui kuasa hukumnya. Uji materi terhadap pasal tersebut menyoal konstitusionalitas presidential threshold.
Para pemohon itu, M Busyro Muqoddas (mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK), M Chatib Basri (mantan menteri keuangan), Faisal Basri (ekonom), Hadar N Gumay (mantan anggota Komisi Pemilihan Umum/KPU), Bambang Widjojanto (mantan wakil ketua KPK), dan Rocky Gerung (akademikus).
Selanjutnya, ada nama Robertus Robet (sosiolog Universitas Negeri Jakarta), Feri Amsari (dosen hukum Universitas Andalas, Padang), Angga D Sasongko (sutradara), Hasan Yahya, Dahnil A Simanjuntak (PP Pemuda Muhammadiyah), dan Titi Anggraini (Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi/Perludem).
Menurut mereka, sedikitnya ada sembilan alasan mengapa Pasal 222 UU Pemilu No 7/2017 dinilai inkonstitusional. Di antaranya, pasal tersebut mengatur syarat capres sehingga bertentangan dengan Pasal 6A ayat 5 Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang hanya mendelegasikan pengaturan tata cara untuk peraturan tingkat UU.
Kemudian, pengaturan pendelegasian syarat capres ke UU terdapat pada Pasal 6 ayat 2 UUD 1945 dan tidak terkait pengusulan oleh parpol.