Urgensi Aturan Perlindungan terhadap Bahaya Artificial Intelligence

Firman Kurniawan S
Firman Kurniawan S (Foto: Dok Pribadi)

Kebebasan berekspresi merupakan hak asasi manusia, pengaturannya dapat dianggap sikap otoritarian yang mengingkari kebebasan manusia. Jika pun tanpa argumentasi itu, substansinya yang abstrak, tanpa sadar, telah menjangkiti warga negara dan dipraktikkan sebagai kelaziman. Kelaziman yang menumpang struktur budaya sehari-hari warga negara.

Termasuk substansi abstrak itu: ideologi, pandangan, perilaku hingga gaya hidup dari luar negara. Dan seluruhnya dapat bertentangan, bahkan mengancam kepentingan nasional. Konsumerisme, hedonisme maupun hagemoni praktik hidup lainnya, dapat tersebar melalui imperialisme budaya. Karenanya perlu diatur, saat diadopsi suatu negara.

Naomi Evenor, 2024, dalam “Freedom of Expression and Restrictions in the Interest of Defense, Public Safety, Public Order, Public Morality, or Public Health: Article 22(2)(a), "It’s Application from a Prosecutorial Perspective Today, Public Perception, and Permissible Exceptions in a Democratic Society" mengemukakan: Apakah pembatasan ekspresi dibenarkan untuk melindungi keselamatan warga negara atau justru membahayakan kebebasan sipil? 

Evenor membuka argumentasinya dengan ilustrasi publikasi kartun Nabi Muhammad oleh Charlie Hebdo. Juga tanggapan terhadap misinformasi di tengah Covid-19. Keduanya mempertentangkan kebebasan berbicara versus potensi kerugian atau manfaat sosial.

Keharusan mengatur yang disampaikan Naomi Evenor, berprofesi sebagai jaksa penuntut umum di AS ini, dilandasi perlindungan terhadap kepentingan warga negara itu sendiri. Pertama, urusan pertahanan negara: pembatasannya demi menjaga keamanan nasional, dilakukan dengan menyensor informasi sensitif yang dapat merusak strategi militer atau rencana pertahanan nasional. 

Kedua, urusan keselamatan publik: pembatasannya bertujuan mencegah penyebaran informasi yang dapat memicu kekerasan atau membahayakan individu. Untuk menjaga ketertiban umum, langkah-langkah pembatasannya mengekang tindakan pemicu kekacauan atau kerusuhan sipil. Dengannya, moralitas publik ditegakkan konten-konten yang melanggar standar kesopanan warga negara dibatasi. 

Ketiga, urusan kesehatan masyarakat: pembatasannya bertujuan melindungi warga negara dengan mencegah penyebaran informasi, yang dalam konteks infodemik Covid-19, menyebabkan bahaya atau menyesatkan. Pembatasannya menjamin kesejahteraan masyarakat. Dengan ketiga hal itu, berkontribusi pada terlindunginya warga negara dengan aman dan tertib.

Lalu bagaimana halnya dengan perangkat teknologi berbasis artificial intelligence (AI)? Ini dalam realitas dua posisi paradoksnya. Adakah pengaturan yang bertujuan melindungi warga negara maupun kepentingan nasional dari bahaya yang dapat ditimbulkannya? Dua posisi paradoks itu, pertama: perkembangan AI yang sedang berlangsung menghasilkan pencapaian memukau. Setiap hari jagat informasi diperbaharui oleh pencapaian perangkat teknologi berbasis AI.

Hanya saja seluruh pencapaian itu disertai adanya permasalahan yang tak sepenuhnya dapat dipahami, bahkan dipecahkan, oleh perancangnya sendiri. Ini lazim disebut sebagai AI black box problem. Ketika black box itu tersingkap, kategori persoalannya: adanya bias pengetahuan akibat bias algoritma. Pengetahuan AI yang luas namun post factum, lantaran kecerdasannya sebatas data yang diinput pada machine learning (ML). Dalam realitasnya perangkat teknologi berbasis AI tak pernah menampik apa pun promt maupun input sensorial yang ditangkapnya. 

Sementara tak seluruh permintaan telah diinput sumber datanya pada ML. Artinya, AI memaksakan jawaban. Ini yang disebut sebagai AI hallucination. Terjadi fenomena ‘kolam keruh’ lantaran makin sedikitnya data baru yang diinput sebagai pembentuk pengetahuan. Pengetahuan yang terbentuk merupakan daur ulang dari pengetahuan sebelumnya. 

Kedua, dalam perkembangan AI yang massif namun mengandung kelemahan-kelemahan di atas, adopsinya secara global terbukti menggusur relevansi manusia sebagai tenaga kerja. Terjadinya PHK global, menguak peran AI.

Dalam posisi paradoks itu, tidakkah perlu adanya aturan yang mengendalikan pemanfaatan AI di suatu negara? Ketika yang material diisolasi dan dikarantina, ini lantaran dapat mengganggu ekosistem. Juga ketika yang immaterial diatur, karena dapat mengancam keamanan warga negara maupun kepentingan nasional suatu negara. Siapa yang sesungguhnya memberi hak kepada para pengembang perangkat teknologi berbasis AI, memasuki keseimbangan sebuah negara, seraya mengubahnnya secara tak terbatas? Alih-alih para pengembang itu sekadar menangguk keuntungan, perangkat yang diperkenalkannya nyata menimbulkan perubahan pada negara. 

AI yang sifatnya seragam namun berhadapan dengan kepentingan negara-negara dunia yang beragam, tidakkah pula harus diterima dengan pengaturan yang berbeda-beda? Ini sesuai peringatan yang dikemukakan Oxford University dan termuat dalam tulisan Amitai Etzioni dan Oren Etzioni, 2017, berjudul, ”Should Artificial Intelligence Be Regulated?”

Pernyataannya kurang lebih, “Kecerdasan ekstrem AI tak mudah dikendalikan. Baik oleh kelompok yang menciptakan maupun oleh beberapa rezim regulasi internasional. AI akan didorong membangun dunia tanpa manusia atau tanpa keterlibatan yang berarti dari keberadaan manusia. Seluruh perkembagan yang menjadikan AI sangat cerdas, menyebabkan risiko yang unik. Kepunahan lebih mungkin terjadi, daripada dampak yang lebih kecil." 

Dengan peringatan yang sayup-sayup mengandung ancaman itu, tak diragukan diperlukan adanya aturan yang disusun berdasar kepentingan masing-masing negara. Alih-alih AI hanya diterima sebagai perangkat penciri diikutinya perubahan, sikap yang jelas melindungi warga negara menjadi korban. Tak lagi terdengar paradoks bukan?

*Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis

Editor : Anton Suhartono
Artikel Terkait
Sains
6 hari lalu

Apa Itu CERA-CARE BIOME, Teknologi Baru yang Bantu Maksimalkan Kesehatan Kulit Bayi?

Nasional
13 hari lalu

Dapatkah Rasionalitas Berpikir Bertahan di Zaman Artificial Intelligence? 

Internet
21 hari lalu

Percepat Proses Verifikasi, Telkom Akses Integrasikan Berbagai Aplikasi Berbasis AI

Bisnis
29 hari lalu

Dukung Adaptasi di Era Digital, Telkom Ajak Media untuk Eksplorasi Penggunaan AI

Aksesoris
1 bulan lalu

Kapal Selam Buatan Anak Bangsa Debut di HUT ke-80 TNI, Begini Penampakannya!

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal