Menurut dia, vaksin Covid-19 dari enam lembaga sengaja dikembangkan dengan berbagai platform yang berbeda-beda. Perbedaan platform vaksin ini untuk mencari efektivitas dan keamanan yang paling cocok dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
“Mungkin sebelumnya karena pengembangan vaksin banyak didominasi oleh Eijkman dan Bio Farma, itu yang populer dan protein rekombinan ya. Kemudian ada juga yang inactivated virus meskipun yang rekombinan itu lebih dominan,” katanya.
Pengembangan vaksin dengan platform yang berbeda-beda tersebut, kata Bambang, juga bagian dari upaya agar Vaksin Merah Putih tidak tertinggal dari negara lain. Kendati demikian pihaknya tetap memberikan kebebasan bagi tiap lembaga untuk memilih platform yang paling efektif.
“Kita juga harus tidak boleh ketinggalan, kita harus memahami juga yang DNA, MrNa ya. Meskipun barangkali advance atau barangkali nanti fasilitas pendinginnya itu juga membutuhkan fasilitas yang berbeda, Indonesia tidak boleh nggak tahu ya. Dan karena itu mendorong selama mereka yakin, mereka bisa mengerjakannya dan time table-nya bisa diterima,” sebutnya.
Mantan Kepala Bapenas itu menargetkan penelitian vaksin merah putih akan tuntas tahun depan. Dengan demikian bibit vaksin merah putih segera siap untuk masuk dalam tahap produksi massal.
Dengan demikian, menurut dia, target harus jelas untuk mengembangkan bibit vaksin tersebut. Dari segi waktu pemerintah berharapkan bibit vaksin itu sudah bisa diberikan kepada perusahaan Bio Farma atau perusahaan manufaktur lainnya pada tahun depan.
“Kapan tahun depannya? Ya tergantung pada time table yang dimiliki oleh tim masing-masing ya. Ada yang mungkin sudah akan menyerahkan bibit vaksinnya di triwulan satu ya, tahun depan. Tapi mungkin ada juga yang di triwulan dua,” ungkap Bambang.
Namun, Bambang juga mendorong agar waktu diperhatikan, selain juga faktor keamanan dan efektivitas Vaksin Merah Putih.