Sony Susmana, training director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) mengatakan perilaku tersebut salah. Dia mengatakan hal tersebut bisa menyebabkan situasi yang sangat berbahaya, terutama bagi orang asing.
Penggunaan lampu hazard juga sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Dalam Pasal 121 Ayat 1 disebutkan bahwa lampu hazard hanya boleh digunakan dalam kondisi darurat.
“Tidak semua orang presepsi daruratnya itu sama. Kalau hujan lebat menurut dia itu berbahaya, seharusnya menepi atau cari rest area, bukan menyalakan hazard. Intinya, lampu hazard itu tidak boleh dinyalakan saat mobil berjalan,” kata Sony kepada iNews.id.
Penggunaan lampu hazard memang diatur ketat dalam UU No.22/2009. Bahkan, pengguna jalan yang tidak menghidupkan lampu hazard saat keadaan darurat bisa mendapatkan hukuman pidana dua bulan atau deda tilang sebesar Rp500 ribu.
“Jadi, kondisi yang bisa dikatakan darurat itu ketika mobil itu berhenti. Bahkan saat berhenti di tepi jalan kita juga harus menghidupkan lampu hazard. Ini untuk menandakan sedang berada di situasi darurat dan semacamnya,” ucap Sony.
Bahkan, Sony mengatakan ada peristiwa yang hampir membuat kecelakaan di jalan tol akibat penggunaan lampu hazard yang tidak tepat. Hal ini dialami oleh orang asing yang mengemudikan mobil sendiri di jalan tol Indonesia.
“Saya pernah tugas di (Sirkuit) Sentul dari tahun 1994 sampai 2008, saya bolak-balik Jakarta lewat tol. Pernah ada kesalahpahaman antara pengguna jalan di Indonesia dengan orang asing,” ujar Sony.
“Jadi si bule ini ngerem mendadak karena melihat mobil di depan nyalain kampu hazard. Kebiasaan di sana kalau mobil nyalain lampu hazard itu berarti keadaan darurat dan berhenti. Itu kan bahaya banget,” kata Sony.