JAKARTA, iNews.id – Perusahaan otobus (PO) di Indonesia semakin berkembang. Namun, persaingan bisnis transportasi yang ketat dan pengelolaan perusahaan yang kurang baik banyak PO bus besar yang gulung tikar.
Jasa transportasi massal khususnya bus yang melayani rute Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) membutuhkan biaya operasional besar. Ini mengharuskan PO bus memiliki pondasi bisnis yang kuat
Namun, tak sedikit PO bus yang mampu bertahan hingga beberapa generasi. Meski melewati masa sulit baik persaingan bisnis, situasi ekonomi dan politik, serta pandemi Covid-19, beberapa PO bus mampu bertahan hingga tiga keturunan.
Ini menandakan perusahaan tersebut sudah sangat matang. Lantas PO bus mana saja yang bertahan hingga tiga keturuanan? Dilansir dari berbagai sumber berikut ulasannya.
1. PO NPM
PO Naiklah Perusahaan Minang (NPM) merupakan salah satu perusahaan bus tertua di Indonesia. PO bus ini didirikan pada zaman penjajahan Belanda, tepatnya pada 1937 oleh Bahauddin Sutan Barbangsi Nan Kuniang.
Sekarang, PO NPM yang berbasis di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, dikelola generasi ketiga, yaitu Angga Vircansa Chairul. Dikutip dari kanal YouTube Perpalz TV, dia memilih meneruskan usaha keluarganya tersebut setelah sang ayah meninggal.
“Founder perusahaan ini adalah kakek saya, Bapak Bahauddin Sutan Barbangso Nan Kuniang. Dia berkongsi dengan beberapa orang lain, dan kakek saya dulu itu istilahnya Tokek Bendi atau pengusaha dokar,” kata Angga dalam unggahan video Perpalz TV.
Berdasarkan penuturan Angga, pada zaman dulu tidak ada kendaraan dan hanya ada dokar sebagai sarana transportasi. Lalu, kakeknya dan rekannya menghadirkan bus untuk sarana transportasi modern.
“Ketika kakek saya meninggal pada 1970-an akhir. Papa saya anak bungsu dari sembilan bersaudara. Papa saya waktu itu lulus dari SMA mau kuliah, tapi keluarga meminta untuk langsung meneruskan usaha keluarga,” ujar Angga.
Angga mengungkapkan, sang ayah meninggal pada 2006, dalam perjalanan dari Jakarta menuju Sidney, Australia. Saat itu, Angga masih kuliah di Australia dan selesai pada 2007, barulah kembali ke Padang Panjang.
“Selesai kuliah, saya diterima kerja di salah satu bank swasta di Jakarta. Saya kerja selama 2,5 tahun. Tapi, selama itu juga pulang-pergi ke Padang Panjang. Selama itu juga kita observasi dan akhirnya membuat keputusan karena sudah mulai reparasi unit,” ujar Angga.