Jonatan menjelaskan, ketika berada di pelatnas, perhatian pelatih dan tim medis terbagi untuk banyak atlet. Kini, ia justru merasa lebih diperhatikan.
“Orang yang saya hire hanya fokus ke saya. Kalau saya sakit, mereka pun ikut merasakan sakit itu. Jadi ada rasa kebersamaan yang lebih kuat,” jelasnya.
Proses rehabilitasi dan recovery kini menjadi prioritas. Menurutnya, keberhasilan di Korea Open adalah buah dari manajemen tubuh yang lebih terstruktur. Ia menekankan bahwa timnya memberi 100 persen perhatian, mulai dari latihan, terapi cedera, hingga menjaga kondisi fisik jelang turnamen.
Kemenangan ini menjadi simbol perubahan besar dalam kariernya. Jonatan merasa sistem profesional justru membuatnya lebih matang, baik secara teknis maupun mental.
“Saya juga jujur dengan apa yang saya rasakan. Mereka memberikan masukan, advice, dan kami saling bekerja sama. Itu yang membuat gelar ini terasa lebih berat, tapi juga lebih membanggakan,” ujarnya.
Dengan gelar Korea Open 2025, Jonatan membuktikan bahwa dirinya bisa tetap bersinar di luar pelatnas. Status profesional bukan penghalang, melainkan pintu baru untuk menemukan cara terbaik dalam berkarier. Gelar ini juga sekaligus menjadi penanda bahwa Jojo masih termasuk dalam jajaran elite tunggal putra dunia.
Setelah sukses di Korea, Jonatan tidak berlama-lama beristirahat. Pekan ini dia akan kembali tampil di BDMNTN-XL 2025, ajang bertajuk fun match yang digelar di Istora Senayan pada 2–5 Oktober 2025. Bagi publik Indonesia, momen ini tentu menjadi kesempatan emas untuk kembali menyaksikan Jojo beraksi di kandang sendiri dengan kepercayaan diri yang semakin tinggi.