Gunung Suci yang Terlupakan
Gunung Kawi sejajar dengan gunung-gunung suci lainnya di Jawa Timur, seperti Gunung Semeru, Gunung Arjuno, Gunung Penanggungan, dan Gunung Lawu. Namun, berbeda dari gunung-gunung lain yang lebih dikenal sebagai tempat wisata alam atau spiritualitas Hindu-Buddha murni, nama Gunung Kawi justru lebih melekat dengan mitos pesugihan.
Padahal, catatan sejarah dan bukti arkeologis menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan tempat pendidikan spiritual, pusat meditasi, dan pengabdian keagamaan yang penting di masa lalu. Sayang, situs-situs arkeologis di lereng timur Gunung Kawi belum banyak diteliti atau digali lebih lanjut. Sejumlah pertapaan kuno dan sisa-sisa bangunan kemungkinan masih terkubur di bawah tanah, menunggu ditemukan.
Asal-Usul Mitos Pesugihan
Lalu dari mana asal-usul pesugihan di Gunung Kawi? Mitos ini mulai berkembang di era kolonial dan pasca-kemerdekaan, ketika makam tokoh Tionghoa Ong Hok Liong dan pengikutnya, Mbah Sujo, mulai ramai dikunjungi peziarah yang berharap mendapat berkah kekayaan. Lambat laun, tradisi ini meluas dan berkembang menjadi ritual pesugihan yang bercampur dengan kepercayaan-kepercayaan lokal, budaya Tionghoa, dan praktik spiritual Jawa.
“Fenomena pesugihan di Gunung Kawi tidak bisa dilepaskan dari sinkretisme budaya dan spiritual masyarakat. Ini berkembang seiring dengan dinamika sosial ekonomi masyarakat, khususnya mereka yang mencari jalan cepat untuk memperbaiki nasib,” kara sejarawan Suwardono.
Kini, kawasan makam Ong Hok Liong di Dusun Gendogo, Desa Wonosari, menjadi salah satu titik paling ramai dikunjungi di Gunung Kawi. Tempat ini menjadi pusat ritual pesugihan yang dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari meditasi hingga ritual-ritual khusus yang dipercaya bisa mendatangkan rezeki instan.