Di sisi lain, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana menjelaskan, kurang tepat bila pajak hiburan tarifnya naik. Justru secara umum pajak barang jasa tertentu (PBJT) dan pajak kesenian dan hiburan ini justru turun.
“Undang-Undang sebelumnya yang mengatur tarif sebelumnya 35 persen, sekarang tarif paling tinggi harus 10 persen, tujuannya untuk memajukan pariwisata di Indonesia,” katanya.
Lebih lanjut Lydia menjelaskan 1 dari 12 poin PBJT dalam Pasal 58 UU HKPD tersebut mengalami kenaikan yaitu yang masuk ke dalam jasa hiburan tertentu. Poin tersebut antara lain bar, club malam, diskotik, karaoke, hingga mandi uap atau spa.
“Khusus untuk nomor urut 12, yakni bar diskotik, club malam, karaoke, dan mandi uap atau spa ini karena merupakan jasa hiburan tertentu maka diterapkan tarif tertentu, kenapa? karena dikonsumsi sebagian besar oleh masyarakat tertentu,” katanya.
Lantas kenapa perubahan nilai pajak itu ada perubahan dalam Undang Undang HKPD dan disamakan sampai 10 persen? Karena menyesuaikan dengan pajak konsumsi lainnya yang ada di Undang-Undang sebelumnya.
“Jadi nggak tepat kalau Undang-Undang ini dibilang nggak pro pada pariwisata. Undang-Undang ini diatur juga pengecualiannya, yang terkait dengan promosi budaya gak boleh dipungut bayaran,” tutur Lydia.