Begitu masuk, para wisatawan akan melihat bangunan candi yang tersusun dari batuan andesit untuk mencegah tumbuhnya jamur. Di dalam candi terdapat beberapa relief yang menceritakan kepercayaan masyarakat sekitar di zaman Majapahit, salah satunya relief Garudeya. Relief ini menggambarkan seekor ular yang dimakan garuda, melambangkan kejahatan yang dikalahkan kebaikan.
Selain itu, ada banyak relief yang menunjukkan sisi seksual masyarakat zaman Majapahit. Beberapa di antaranya adalah relief kamasutra yang digunakan untuk mengetes keperawanan pemuda-pemudi dan relief berbentuk rahim menurut pandangan Jawa kuno yang menunjukkan proses bercinta dan konsepsi manusia berdasarkan kepercayaan masyarakat pada zaman itu.
Bukan bermaksud porno, relief ini diukir di candi sebagai pedoman untuk pasangan muda yang baru menikah karena, pada zaman Majapahit, seks dianggap ritual sakral yang tak berbeda dengan ibadah.
Keunikan candi ini terletak dibentuk bangunan dan relief yang dianggap menyerupai patung-patung dan lukisan dari Amerika Selatan milik Suku Aztec. Piramida berundak yang menjadi fokus utama candi ini dan patung-patung Garuda yang bergaya mirip patung Aztec sering memicu perdebatan di antara ahli sejarah dan pegiat teori konspirasi.
Sayangnya, candi ini dikotori vandalisme tangan-tangan jahil orang tak bertanggung jawab. Tapi, meskipun sudah banyak bagian candi yang hilang, entah ditelan waktu atau dicuri pihak tak bertanggungjawab, kawasan candi masih menyisakan tanah luas dan tembok-tembok batu yang menunjukkan kemegahan candi ini pada masa jayanya.