Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Gubernur Riau Abdul Wahid Pakai Duit Jatah Preman untuk Pelesiran ke Inggris hingga Brasil
Advertisement . Scroll to see content

3 Perusahaan Sawit Tersangkut Kasus Korupsi, Gapki: Pengusaha Lebih Berhati-Hati

Senin, 18 September 2023 - 14:21:00 WIB
3 Perusahaan Sawit Tersangkut Kasus Korupsi, Gapki: Pengusaha Lebih Berhati-Hati
Panen kelapa sawit. (Foto: dok iNews)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, mengatakan pengusaha sawit kini lebih berhati-hati setelah 3 perusahaan sawit tersangkut kasus korupsi

Adapun 3 perusahaan sawit yang tersangkut kasus korupsi, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Ketiganya telah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan minyak goreng yang sempat membuat pasokan minyak goreng langka.

Eddy mengungkapkan, kasus ini menjadi catatan serius bagi pelaku usaha di industri sawit, terutama dalam menyikapi  program pemerintah yang melibatkan pengusaha swasta.

"Ke depan, perusahaan akan sangat berhati-hati agar masalah ini tidak terjadi lagi. Artinya setiap ada kebijakan seperti yang lalu perusahaan akan melihat dulu dampak ke depan bagi perusahaan tersebut," kata Eddy, di Jakarta, Senin (18/9/2023).

Dia menjelaskan, pengusaha swasta tentu tak akan antipati terhadap program pemerintah, apalagi bila itu demi kepentingan masyarakat. Hanya saja, pelaku usaha khususnya di sektor kelapa sawit akan lebih hati-hati bila kebijakan yang dikeluarkan menimbulkan risiko bagi perusahaan. 

Dampak dari kasus tersebut, lanjutnya, membuat sektor swasta tidak akan cepat mengeksekusi program yang dijalankan pemerintah, sebelum dikaji dengan hati-hati terkait dampaknya bagi perusahaan.

"Apabila terjadi keraguan perusahaan akan mendiskusikan terlebih dahulu dengan pemerintah artinya implementasinya tidak bisa cepat karena kehati-hatian perusahaan," tegasnya.

Soal kebijakan pengendalian harga minyak goreng yang menyeret 3 perusahaan swasta di atas dalam pusaran kasus korupsi, sebenarnya risiko itu pernah diingatkan sejumlah pihak. Mereka utamanya menyoroti soal kebijakan yang berubah dengan cepat dan terkesan salah resep.

Selain itu, sorotan juga mengarah pada penetapan tiga perusahaan padahal tindakan yang dilakukan perusahaan tersebut adalah dalam rangka menjalankan program pemerintah.

Di sisi lain, Ahli Hukum Pidana UNPAD, Nella Sumika Putri mengatakan, bila yang dilakukan oleh perusahaan itu memang melaksanakan aturan hukum yang dibuat pemerintah, maka apa yang dilakukan perusahaan tersebut sangat bisa dibenarkan. Ada alasan pembenar untuk melakukan perbuatan itu, menurut Nella.

"Contohnya, ada sebuah produk ada aturan HET-nya maksimal Rp1.000, namun karena keadaan tertentu ada suatu aturan lain yang membuat orang boleh jual di atas HET contoh dia jual Rp1.500, nah yang dilakukan orang itu dibenarkan oleh hukum, karena ada aturan yang dibuat oleh pemerintah," tutur Nella.

Sebelumnya, hasil kajian yang dilakukan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), kebijakan pengendalian harga minyak goreng sudah salah sasaran sejak awal.

"Konsumsi minyak goreng rumah tangga 61% merupakan minyak curah, namun kebijakan yang dilakukan adalah subsidi pada minyak kemasan. Di sisi lain, infrastruktur untuk pelaksanaan subsidi minyak goreng kemasan dianggap lebih baik dibandingkan infrastruktur minyak goreng curah," kata Peneliti Indef, Rusli Abdullah. 

Dia menilai, kebijakan subsidi tersebut pada akhirnya memunculkan panic buying pada pasar ritel modern akibat respons penurunan harga yang lebih cepat dibandingkan di pasar tradisional.

Padahal, kapasitas pasar ritel modern hanya bisa memenuhi kapasitas konsumsi nasional sekitar 10% dari kebutuhan rumah tangga sebesar 3,9 juta kilo liter per tahun atau 325 juta liter per bulan.

Artinya, pasar ritel modern dengan jaringan distributornya hanya mampu menyediakan sekitar 325 ribu liter per bulan atau 3,9 juta liter per tahun. Faktanya, 61% atau 2,4 juta kilo liter per tahun kebutuhan minyak goreng ada di jenis minyak goreng curah.

Faktor infrastruktur yang menjadi penyebab tidak efektifnya subsidi minyak goreng sejalan dengan fakta kebutuhan minyak goreng rumah tangga yang sebagian besar dalam bentuk minyak curah.

"Kritik atas kebijakan subsidi muncul. Salah satu sebabnya adalah kebijakan subsidi ini dinilai tidak efektif karena bias pasar atau segmen," tutur Rusli.

Kajian INDEF itu sejalan dengan temuan yang diperoleh Ombudsman Republik Indonesia. Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika mengatakan, penanganan perkara ini tak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Ia menyoroti soal strategi pengendalian harga minyak goreng yang semuanya digerakkan berdasarkan aturan yang dibuat pemerintah.

"Di dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) kan sudah jelas, jawaban Ombudsman terkait masalah ini. Pangkal mula dari persoalan ini adalah ketidak mampuan Kemendag dalam memitigasi dampak kenaikan harga CPO," kata Yeka dihubungi, Jumat (25/8/2023) lalu.

Ia juga menyinggung kerap bergantinya kebijakan pemerintah kala itu dalam rangka mengendalikan harga minyak goreng yang justru berpotensi menimbulkan kebingungan di tingkat pelaksanaan.

"Banyaknya jumlah peraturan menteri yang diterbitkan dalam kurun waktu yang relatif sangat singkat untuk mengendalikan permasalahan minyak goreng, namun tidak mampu mengatasi permasalahan minyak goreng yang dihadapi dalam waktu cepat. Sehingga menimbulkan kerugian pelaku usaha dan masyarakat," tutur Yeka.

Editor: Jeanny Aipassa

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut