Aprindo Ungkap Selisih Harga Minyak Goreng Rp344 Miliar Belum Dibayar BPDPKS
JAKARTA, iNews.id - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy N. Mandey menuturkan, hingga saat ini peritel belum mendapatkan pencairan uang selisih atau rafaksi minyak goreng satu harga yang ditetapkan pemerintah. Padahal, sejak Januari 2022 peritel telah menaati arahan pemerintah untuk menjual minyak goreng kemasan dengan harga Rp14.000 per liter.
Roy mengungkapkan, total uang selisih yang belum dibayar Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mencapai Rp344 miliar kepada 31 perusahaan retail.
"Pihak BPDPKS sudah siap membayar dan dana telah tersedia. Namun, pencairan belum dapat dilakukan karena masih menunggu verifikasi lembaga survei dan mendapat rekomendasi dari Kemendag," ujar Roy dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR dikutip, Rabu (15/2/2023).
Menilik ke belakang, sejak 19 Januari 2022 lalu seluruh peritel Indonesia diminta menjual minyak goreng kemasan premium dan sederhana seharga Rp14.000 per liter sesuai Permendag nomor 3 tahun 2022.
Padahal, kata Roy, saat itu seluruh peritel membeli minyak goreng kemasan di atas harga jual Rp14.000 per liter. Artinya, kala itu peritel rugi sementara sampai mendapatkan ganti selisih dari pemerintah.
"Waktu itu pemerintah sudah menjamin dari Permendag satu dan tiga akan dibayarkan lewat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk selisih di disparitas harga beli kita dan harga jual yang harus Rp14.000. Tapi sampai hari ini kita belum selesai," tuturnya.
Selain itu, Roy menyebut, berdasarkan informasi yang diterima, pemerintah telah menunjuk Sucofindo sebagai verifikator, meski demikian tetap tidak ada kejelasan.
"Kami dapat kabar dari Plt Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag sudah tidak di Sucofindo tapi di BPKP. Lho, di BPKP ini tidak terkait dengan dana APBN?," ucapnya.
Roy mengaku, hingga saat ini pun utang tersebut masih menggantung dan belum mendapatkan penjelasan.
Menurut Roy, komitmen pemerintah kepada peritel itu salah satu bentuk upaya membantu peritel agar dapat eksis. Namun kini bagaimana bisa eksis, dana yang seharusnya bisa untuk pengembangan ritel saja masih tersendat di BPDPKS.
Editor: Aditya Pratama