Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Kapan Perang Rusia-Ukraina Berakhir? Ini Jawaban Trump
Advertisement . Scroll to see content

Bukan Putin, Justru Negara Ini Dianggap Jadi Ancaman Terbesar Harga Minyak dan Gas

Sabtu, 24 September 2022 - 13:49:00 WIB
Bukan Putin, Justru Negara Ini Dianggap Jadi Ancaman Terbesar Harga Minyak dan Gas
Bukan Putin, justru negara ini dianggap jadi ancaman terbesar harga minyak dan gas. (Foto: Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

Dia menjelaskan, Irak secara tradisional berfungsi sebagai 'negara penyangga' antara Iran dan Arab Saudi. Adapun kota pusat minyak Irak, Basra telah menjadi tempat kekerasan antara orang-orang bersenjata yang bersekutu dengan Iran dan Irak tahun ini.

"Saat ini, sebagian besar investor fokus pada serangan Ukraina di Kherson dan Kharkiv yang relevan dengan harga minyak. Ini mungkin belum terbukti, mengingat menu potensial dari kemungkinan reaksi dari Moskow. Namun, risiko terbesar terhadap pasokan minyak global mungkin adalah konflik antar Syiah di Irak jika negosiasi mengenai kesepakatan nuklir gagal," tulis Papic.

Negosiasi atas kesepakatan nuklir Iran masih sulit dan tidak mungkin diselesaikan dalam waktu dekat. Pada saat yang sama, jika AS mencapai kesepakatan dengan Iran, maka Arab Saudi sebagai eksportir minyak mentah terbesar kedua di dunia akan kesal. Itu akan menempatkan pemerintahan Biden dalam skenario damned-if-you-do, damned-if-you-don’t.

"Ketakutan kami adalah bahwa pilihan apa pun yang dibuat AS, entah bagaimana pukulan baliknya akan berakhir di depan pintu Irak. Dua kekuatan regional yang bertarung dalam ‘negara penyangga’ biasanya bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan oleh investor. Tetapi penyangga ini merupakan pengekspor minyak mentah terbesar keempat di dunia," tuturnya.

Papic menambahkan, ketegangan antara Iran dan Arab Saudi berarti politik domestik Irak akan mendapatkan kepentingan global yang sangat besar selama beberapa bulan mendatang.

"Perang saudara di negara pengekspor minyak terbesar keempat di dunia tentu akan menambah jumlah premi risiko geopolitik yang sudah cukup besar dalam harga minyak," ujarnya.

Dengan kondisi ini, Papic enggan memperkirakan harga minyak ke depan. Dia berpendapat bahwa bertaruh melawan harga minyak untuk mendapatkan keuntungan cepat sepertinya tidak lagi menjadi pilihan yang layak bagi investor.

"Untuk saat ini, kami tidak memiliki cara untuk mengukur bagaimana ini akan terjadi di pasar. Tetapi dengan harga Brent (minyak mentah) sudah jatuh 26 persen dari level tertinggi Juni, keuntungan mudah dalam perdagangan minyak jangka pendek mungkin telah dibuat,” ucapnya.

Sementara ahli strategi komoditas dan derivatif Bank of America Francisco Blanch memperkirakan, harga minyak mentah Brent rata-rata 100 dolar AS per barel pada 2023 jika terjadi gangguan output di negara-negara seperti Irak.

Editor: Jujuk Ernawati

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut