Cerita Berdirinya Gojek: dari Pengalaman Nadiem, Jadi Decacorn hingga Digugat Rp24,9 Triliun

Tak berhenti di jasa antar penumpang, Gojek melihat peluang untuk ekspansi ke bisnis pesan antar makanan, penjualan tiket, dan lainnya.
Setahun kemudian atau pada 2016, Gojek menjadi perusahaan unicorn pertama di Indonesia dengan kenaikan pesanan mencapai 300.000 per hari. Pada 2018, Gojek mengumumkan ekspansi bisnis ke Vietnam dan Thailand dengan kenaikan pesanan 100 juta per hari, terus tumbuh sampai 1.100 kali lipat. Ekspansi terus dilanjutkan sampai Singapura dan Filipina.
Pendanaan yang diterima Gojek juga beragam. Yang menarik perhatian, raksasa teknologi Google pernah menanamkan investasi ke Gojek pada 2018, meskipun tidak disebutkan nominalnya. Pada 2019, Gojek menanggalkan status unicorn menjadi startup decacorn pertama di Indonesia, dengan valuasi lebih dari 10 miliar dolar AS. Sementara pada 2020, Facebook dan Paypal mengumumkan pendanaan di perusahaan ini.
Setelah sukses di bisnis transportasi online, pada akhir tahun lalu, Nadiem Makarim dan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek) digugat ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Penggugatnya, Arman Chasan menilai Nadiem dan Gojek telah melakukan pelanggan hak cipta.
Dia meminta Gojek dan Nadiem membayar royalti kepadanya sebesar Rp24,9 triliun. Gojek dinilai menjiplak konsep ride hailing, yang menurut Arman dikemukakan olehnya terlebih dahulu.
Menanggapi gugatan tersebut, Chief of Corporate Affair Gojek Group Nila Marita mengatakan, Gojek baru mengetahui gugatan Hasan dan belum menerima pemberitahuan resmi. Menurutnya, Gojek selalu memenuhi seluruh peraturan yang berlaku di Indonesia.
"Kami baru saja mengetahui hal tersebut dan belum menerima surat pemberitahuan secara resmi. Yang dapat kami sampaikan bahwa Gojek sebagai entitas anak bangsa selalu memenuhi seluruh peraturan yang berlaku di Indonesia," kata Nila dalam keterangannya.
Editor: Jujuk Ernawati