Creative Destruction
Sebagai negara multikultural, kita memiliki gaya yang khas minimal dari sisi budaya, kuliner, fesyen, maupun produk-produk kerajinan. Oleh sebab itu kita jangan terlalu alergi (antipati) dengan perkembangan teknologi, karena beberapa negara sudah membuktikannya bahwa mereka bisa mengawinkan secara sempurna kemampuan teknologi dengan produksi. Justru kita seharusnya bisa memanfaatkan kondisi yang ada agar kita tidak ketinggalan nilai-nilai manfaatnya. Keberadaan teknologi juga bisa memutus mata rantai ketimpangan informasi (khususnya marketing) yang selama ini hanya bisa dijangkau oleh pemodal-pemodal besar.
Jadi masyarakat kita yang berada di kategori marjinal perlahan-lahan bisa meningkatkan kapasitas interaksi pasarnya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Kawasan perdesaan yang selama ini merasa pembangunannya relatif terabaikan seharusnya sudah sadar untuk mulai menunjukkan tajinya. Dengan adanya dana desa dan sumber daya fiskal lainnya, maka sudah waktunya desa mulai unjuk gigi memamerkan produk-produk tradisionalnya tetapi memiliki nilai tambah ekonomi yang tinggi seperti halnya karakter ekonomi perkotaan.
Pekerjaan rumah pemerintah yang paling utama saat ini, tentu memberikan kepastian hukum, ketersediaan tenaga kerja terampil, dan ketersediaan infrastruktur yang memiliki spillover sebanyak-banyaknya. Infrastruktur yang mampu mendorong biaya logistik yang lebih murah. Sebab jika tidak, maka efektifitas infrastruktur yang dibangun dengan biaya mahal akan menjadi kurang optimal dan dampak positif yang ditimbulkan akan muncul di waktu yang lebih lama.*
*Artikel ini telah tayang di Koran SINDO
Editor: Zen Teguh