Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : KAI Commuter Resmi Pensiunkan 3 Seri KRL Eks Jepang
Advertisement . Scroll to see content

Curhat Eks Pilot Merpati: Navigasi Pakai Peta Visual hingga Pesangon Tak Dilunasi

Rabu, 23 Juni 2021 - 14:04:00 WIB
Curhat Eks Pilot Merpati: Navigasi Pakai Peta Visual hingga Pesangon Tak Dilunasi
Uang pesangon eks karyawan Merpati Nusantara Airlines belum dilunasi
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Eks Pilot dan karyawan PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) meminta kepada pemegang saham untuk melunasi uang pesangon dan pensiun sebanyak 1.233 karyawan, yang belum dibayar sejak 2016 lalu. Pasalnya, uang tersebut dibutuhkan untuk menunjang hidup mereka di masa tua.

Salah satu eks pilot Merpati, Captain Eddy Sarwono menceritakan pengalaman kerjanya selama puluhan di perusahaan penerbangan pelat merah tersebut, yang diberhentikan operasionalnya sejak 2014 lalu. Eddy bergabung dengan MNA tepat setelah lulus pendidikan penerbang di Lembaga Perhubungan Udara (LPPU) Curug, sejak November 1977.

Saat bekerja di MNA, dia lebih dari 10 tahun bertugas sebagai crew pesawat DHC 6 Twin Otter yang melayani penerbangan perintis. Penerbangan saat itu menjadi salah satu yang utama dari misi MNA, yaitu untuk membuka jalur udara dari kota yang lebih besar ke daerah-daerah terpencil yang masih sulit dijangkau via darat maupun laut.

Pada saat itu, fasilitas penerbangan yang ada masih sangat terbatas. Kondisi lapangan terbang belum sempurna terutama di daerah pedalaman. Rata-rata hanya berupa landasan rumput, yang terkadang sangat licin karena rumput yang basah atau tanah berlubang. Mereka harus ekstra hati-hati saat lepas landas dan mendarat.

Sarana navigasi penerbangan juga sangat minim, peralatan navigasi pesawat masih sangat terbatas, serta belum ada Global Positioning System (GPS) yang memungkinkan terbang dengan akurasi yang lebih baik.

Selain cuaca yang terkadang kurang bersahabat, Eddy dan rekan-rekannya harus mampu mengatasi medan yang berat karena lapangan terbang pesawat perintis kadang terletak di lereng dan di balik bukit. Sehingga mereka harus terbang di antara gunung-gunung yang kadang lebih tinggi dari kemampuan pesawat.

Saat itu, sarana navigasi di lapangan terbang pesawat perintis rata-rata hanyalah NDB atau Non Directional Beacon. Ini adalah alat navigasi yang paling rendah tingkatan akurasinya, alat komunikasi saat itu pun hanya radio SSB atau single sideband. Tenaga listriknya juga hanya menggunakan genset, yang sering sekali rusak atau tidak ada BBM karena sulitnya BBM di daerah terpencil, sehingga mereka terpaksa tidak dapat memakai fasilitas tersebut saat terbang.

"Kami seringkali terpaksa memakai alat bantu navigasi lain seperti pemancar radio RRI lokal, itupun jika tersedia. Kami lebih sering bernavigasi menggunakan peta visual, dengan mengandalkan mata telanjang untuk menghafal desa atau sungai yang harus kami lewati untuk sampai ke lapangan terbang perintis tujuan," kata Eddy saat konferensi pers, Rabu (23/6/2021).

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut