Harga Minyak Nyaris Sentuh 100 Dolar AS per Barel di Tengah Ketegangan Rusia-Ukraina
Sanksi tersebut menargetkan lembaga keuangan, elit dan entitas pemerintah lainnya di Rusia, sebagian bertujuan untuk membatasi kemampuan pemerintah Rusia untuk mengumpulkan uang di pasar keuangan Barat.
Pada hari Selasa, Kanselir Jerman Olaf Scholz juga mengambil langkah signifikan dengan memblokir sertifikasi pipa Nord Stream 2 yang akan memasok gas langsung dari Rusia ke Jerman.
Sejak awal Februari, harga minyak yang sudah naik telah melonjak lebih dari 10 persen di tengah ketegangan.
Direktur Investasi Fidelity International, Maike Currie menyebut, harga minyak bisa naik di atas 100 dolar AS per barel karena kombinasi dari krisis Rusia-Ukraina, musim dingin di AS, dan kurangnya investasi dalam pasokan minyak dan gas di seluruh dunia.
"Rusia menyumbang satu dari setiap 10 barel minyak yang dikonsumsi secara global, jadi ini adalah pemain utama dalam hal harga minyak, dan tentu saja, itu benar-benar akan merugikan konsumen di pompa bensin," katanya.
Sementara, Ekonom Komoditas Capital Economics, Edward Gardner mengatakan, ketegangan Rusia-Ukraina kemungkinan akan membuat harga minyak tetap tinggi, bahkan jika Barat tidak mengambil tindakan yang lebih agresif.
"Bukan kepentingan ekonomi Rusia atau Barat untuk menggunakan perdagangan energi sebagai senjata melawan satu sama lain, tetapi itu tidak berarti itu tidak akan terjadi," tulisnya dalam sebuah catatan.
"Bahkan jika Barat tidak menerapkan sanksi langsung terhadap ekspor energi Rusia, ketegangan dengan Rusia dapat membuat harga minyak lebih tinggi lebih lama," sambungnya.
Editor: Aditya Pratama