Kementerian BUMN: Tak Ada Potensi Korupsi di Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Arya pun memastikan angka yang diberikan BPKP merupakan nilai pasti untuk mendanai penyelesaian konstruksi proyek strategis nasional (PSN) itu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya telah menyepakati pendanaan KCJB melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.
"Sehingga kita, ketika meminta bantuan dari pemerintah, angkanya sudah benar-benar bersih. Jadi kita sudah lakukan minta audit, mudah-mudahan selesai Desember ini. Jadi, enggak ada namanya angka bisa muncul secara clear, berapa bantuan yang kami minta dari pemerintah, audit dulu dari BPKP, dari sanalah kita akan dapat angka yang sebenarnya yang kita butuhkan," tuturnya.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Kereta Cepat Indonesia (KAI) Salusra Wijaya menyebut, dalam hitungan awal PSBI, anggaran awal KCJB mencapai 6,07 miliar dolar AS. Jumlah tersebut terdiri atas pembiayaan Engineering Procurement Construction (EPC) sebesar 4,8 miliar dolar AS dan 1,3 miliar dolar AS untuk non-EPC.
Namun begitu, sejak dilakukan kajian dengan bantuan konsultan, di mana estimasi disusun sejak November 2020 lalu, perhitungannya justru melebar hingga di angka 8,6 miliar dolar AS. Perubahan angka terjadi setelah adanya perubahan biaya, harga, hingga penundaan proyek karena perkara pembebasan lahan.
Karena itu, perkiraan konsorsium Indonesia bahwa anggaran KCJB berada di dalam skenario low and high. Low mencapai 9,9 miliar dolar AS dan high 11 miliar dolar AS. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar 3,8-4,9 miliar dolar AS.
PSBI sendiri terus melakukan langkah-langkah efisiensi baik berupa pemangkasan biaya, efisiensi pengelolaan TPOD, hingga pengelolaan stasiun untuk menekan pembengkakan biaya. Dalam laporannya, estimasi biaya proyek bisa ditekan menjadi 8 miliar dolar AS.
Editor: Jujuk Ernawati