Negara-negara Ini Kacau akibat Melonjaknya Harga Pangan dan Energi
LONDON, iNews.id - Harga pangan global melonjak lagi setelah satu dekade kondisi serupa terjadi di Mesir pada 2011 silam. Harga pangan global telah mencapai level tertinggi akibat pandemi, cuaca buruk dan krisis iklim yang mengacaukan pertanian dan mengancam ketahanan pangan jutaan orang.
Hal itu diperparah dengan perang Rusia-Ukraina, yang membuat situasi menjadi lebih buruk. Kondisi ini juga memicu melonjaknya harga bahan bakar. Kombinasi tersebut dapat menghasilkan gelombang ketidakstabilan politik lantaran masyarakat sudah frustrasi dengan para pemimpinnya akibat terdesak oleh kenaikan harga-harga barang.
"Ini sangat mengkhawatirkan," kata Rabah Arezki, mantan Kepala Ekonom di Bank Pembangunan Afrika, dikutip dari CNN Business, Minggu (10/4/2022).
Kerusuhan di Sri Lanka, Pakistan, dan Peru selama seminggu terakhir menyoroti risikonya. Di Sri Lanka, protes meletus karena kekurangan gas dan barang kebutuhan pokok lainnya.
Sementara inflasi dua digit di Pakistan telah menyebabkan rakyat Pakistan menggulingkan Perdana Menteri Imran Khan. Di Peru, sedikitnya enam orang tewas dalam protes antipemerintah baru-baru ini, yang dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar. Namun konflik politik diperkirakan tidak terbatas pada negara-negara tersebut.
"Saya kira orang belum merasakan dampak penuh dari kenaikan harga," kata Hamish Kinnear, analis Timur Tengah dan Afrika Utara di Verisk Maplecroft.
Keadaan di masing-masing negara berbeda, tetapi gambaran yang lebih besar jelas. Lonjakan harga gandum adalah bagian utama dari masalah.
Situasi sekarang lebih buruk dibanding yang pernah terjadi sebelumnya. Harga pangan global baru saja mencapai rekor tertinggi baru. Indeks Harga Pangan FAO yang diterbitkan Jumat pekan lalu mencapai 159,3 pada Maret, naik hampir 13 persen dari Februari.
Perang di Ukraina, pengekspor utama gandum, jagung dan minyak nabati, serta sanksi keras terhadap Rusia - produsen utama gandum dan pupuk - diperkirakan akan memicu kenaikan harga lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang.
"Empat puluh persen ekspor gandum dan jagung dari Ukraina pergi ke Timur Tengah dan Afrika, yang sudah bergulat dengan masalah kelaparan, dan di mana kekurangan pangan lebih lanjut atau kenaikan harga dapat memicu kerusuhan sosial," ujar Kepala Dana Internasional untuk Pertanian Pembangunan (International Fund for Agricultural Development) Gilbert Houngbo.
Selain itu, harga energi juga melonjak hampir 60 persen lebih tinggi dari tahun lalu. Harga batu bara dan gas alam juga mengalami kenaikan.
Ketika pertumbuhan ekonomi melambat, merugikan mata uang negara-negara tersebut dan mempersulit pembayaran utang, mempertahankan subsidi untuk makanan dan bahan bakar akan sulit, terutama jika harga terus naik.
"Kami sekarang berada dalam situasi di mana negara-negara berutang. Akibatnya, mereka tidak memiliki penyangga untuk mencoba menahan ketegangan yang akan muncul dari harga yang begitu tinggi," ucap Arezki.
Menurut Bank Dunia, hampir 60 persen dari negara-negara termiskin sudah berada dalam kesulitan utang atau berisiko tinggi pada malam invasi ke Ukraina.