Nilai Pemerintah Semena-mena Terhadap Hak Pekerja, ASPEK Tuntut Pembatalan Permenaker No.2/2022
Dia menjelaskan, pemerintah tak memiliki hak menahan dana JHT karena murni berasal dari iuran yang dibayar perusahaan dan pekerja. Komposisi iuran JHT BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan oleh pekerja melalui pemotongan gaji setiap bulannya sebesar 2 persen dari upah sebulan dan 3,7 persen dari upah sebulan dibayar oleh pemberi kerja atau perusahaan.
“Pemerintah jangan membuat kebijakan yang merugikan pekerja dan rakyat Indonesia! JHT itu adalah hak pekerja, karena iurannya dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja itu sendiri! Tidak ada alasan untuk menahan uang pekerja, karena JHT yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan itu adalah dana milik nasabah yaitu pekerja, bukan milik Pemerintah," ujar Sabda.
Dia mengungkapkan, di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan baru, seharusnya dana JHT bisa dipergunakan untuk modal usaha. Maraknya PHK massal dan penutupan usaha di berbagai sektor, adalah kegagalan Pemerintah untuk bisa memberikan jaminan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi rakyat Indonesia.
Kegagalam tersebut bukannya diperbaiki pemerintah, malah semakin diperparah dengan menerbitkan peraturan yang mempersulit pekerja untuk bisa mendapatkan hak atas dana yang sesungguhnya menjadi milik pekerja.
“Pemerintah jangan semena-mena menahan hak pekerja! Karena faktanya, banyak korban PHK dengan berbagai penyebabnya, yang membutuhkan dana JHT miliknya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau memulai usaha setelah berhenti bekerja. Banyak juga pekerja yang di-PHK tanpa mendapatkan pesangon, antara lain karena dipaksa untuk mengundurkan diri dari perusahaan. Sehingga pekerja sangat berharap bisa mencarikan JHT yang menjadi haknya," ujar Sabda.
Editor: Jeanny Aipassa