Pengusaha Ini Tinggalkan AS Pindah ke Bali, Hidup Mewah dengan Biaya Rp31,7 Juta per Bulan
BALI, iNews.id - Pengusaha berusia 33 tahun bernama Olumide Gbenro memilih meninggalkan Amerika Serikat (AS) untuk tinggal di Bali, Indonesia. Di Pulau Dewata ini, dia hidup mewah dengan biaya 2.223 dolar AS atau sekitar Rp31,7 juta per bulan.
Gbenro dibesarkan di Nigeria hingga usia 6 tahun, selanjutnya pindah ke London, Inggris. Tujuh tahun kemudian, dia bersama keluarganya bermigrasi ke AS. Dia, orang tua, dan kedua saudara kandungnya menetap di Columbis, Ohio.
"Menjadi orang kulit berwarna, saya merasa ada saat-saat tertentu dalam hidup saya, di mana saya tidak merasa dihargai sebagai manusia. Saya selalu merasa ditinggalkan," kata dia, dikutip dari CNBC Make It, Kamis (17/2/2022).
Gbenro menginginkan kehidupan yang kreatif, kehidupan yang dipenuhi dengan traveling, seni, dan kesempatan untuk bertemu orang dari seluruh dunia. Namun orang tuanya ingin dia menjadi dokter, pengacara atau insinyur.
Pada 2016, dia menyelesaikan gelar double master dalam bidang epidemiologi dan ilmu perilaku di San Diego State University. Dia pun mendapatkan dirinya terjebak di antara dua pilihan, melanjutkan sekolah dan menjadi dokter atau keliling dunia.
"Sepanjang hidup saya, saya hanya mengikuti aturan, apakah itu dari orang tua, agama, atau masyarakat. Tetapi jauh di lubuk hati saya tahu, jika saya mengambil program PhD, saya tidak akan pernah bisa kembali, saya tidak akan pernah bisa bepergian ke luar negeri. Saya akan terjebak di laboratorium, jadi saya memutuskan untuk mengatakan ‘tidak’," tuturnya.
Gbenro pun mengemasi semua barang-barangnya dan meninggalkan AS untuk melihat dunia. Namun membutuhkan waktu bertahun-tahun bagi dirinya sampai di Bali, yang dianggapkan sebagai rumahnya selamanya.
Sebelum sampai di Bali, dia pertama kali traveling ke Berlin. Gbenro menghabiskan tiga bulan di sana dengan visa turis.
Ketika Gbenro meninggalkan AS, dia hampir tidak memiliki tabungan dan tidak memiliki rencana. Namun dia mengembangkan akunnya di Instagram, dengan memposting tips traveling, video dance, dan konten lainnya.
Gbenro memutuskan untuk memonetisasi hobinya, di mana dia akan mengirim pesan kepada pembuat dan bisnis lain di Instagram dan menawarkan untuk membantu mereka meningkatkan strategi media sosial dengan bayaran sekitar 250 dolar AS.
Memulai bisnis jarak jauh sangat sulit pada awalnya bagi Gbenro, tetapi ternyata dia memiliki banyak klien dan penghasilannya cukup untuk menjadikan media sosial sebagai pekerjaan penuh waktu. Dia mengambil kursus online di bidang pemasaran media sosial yang membantunya menyusun bisnisnya, dan seorang teman lama di San Diego merujuknya ke dua klien pertamanya.
Setelah visanya habis, dia pergi ke Meksiko selama empat bulan, lalu kembali ke San Diego. Namun dia merasa tidak berkembang tinggal di AS.
"Sebagai pria kulit hitam, ada trauma psikologis dan tekanan yang saya rasakan tinggal di sana, terutama sebagai imigran juga, merasa seperti saya tidak cocok," ujarnya.
Sementara itu, Gbenro secara resmi meluncurkan bisnis pemasaran media sosialnya, Olumide Gbenro PR & Brand Monetization pada 2018 saat dia masih di San Diego, berkolaborasi dengan koki selebriti, agen real estate, pelatih bisnis, dan banyak lagi. Meskipun dia berkembang pesat dalam pekerjaannya, namun Gbenro menginginkan perubahan.
Saat sedang scrolling Instagram, dia berhenti di foto salah satu temannya yang sedang traveling di Bali. Temannya sedang bersantai di pantai, dikelilingi oleh pohon palem yang rimbun, dengan buah kelapa di tangannya.
"Itu tampak seperti tempat yang sempurna untuk ditinggali. Perbedaan antara Bali dan setiap kota lain yang saya teliti adalah bahwa itu tampak sangat damai, semua penduduk setempat di foto online tampak benar-benar bahagia dan sepertinya mereka menghabiskan banyak waktu di alam," ucap dia.
Pada 2019, dia menemukan apartemen di Bali melalui seorang kenalan di Instagram, memesan tiket pesawat sekali jalan. Sejak pindah ke Bali, Gbenro dapat menghabiskan lebih banyak uang untuk traveling, makan, dan hobi lainnya serta meningkatkan tabungannya.
"Saya tidak pernah khawatir tentang uang lagi karena Bali memiliki biaya hidup yang jauh lebih rendah daripada AS," katanya.
Selama sembilan bulan pertamanya di Bali, Gbenro menggunakan visa turis. Indonesia menawarkan kepada wisatawan visa sekali masuk yang berlaku selama 60 hari dan memungkinkan untuk empat kali perpanjangan 30 hari, ditambah dengan masa tinggal enam bulan.
Gbenro akan terbang ke Singapura atau Malaysia untuk perjalanan singkat begitu visanya habis, kemudian memperbaruinya setelah dia kembali.
Dia pun beralih ke visa investor usai menunjukkan bukti dia berkontribusi pada ekonomi lokal. Gbenro memperluas bisnis pemasarannya untuk membantu orang mengiklankan properti mereka di Indonesia agar memenuhi syarat untuk mendapatkan visa, yang dia perbarui dengan pemerintah daerah setiap dua tahun.
Sebagai seorang pengusaha, Gbenro menghasilkan sekitar 140.000 dolar AS per tahun. Selain bisnis konsultasinya, Gbenro menyelenggarakan beberapa konferensi untuk nomaden digital, termasuk Digital Nomads Summit, yang menarik ribuan orang dan akan diselenggarakan di Bali September tahun ini.
Pengeluaran terbesarnya adalah sewa apartemen dan utilitas sekitar 1.010 dolar AS setiap bulan. Gbenro tinggal di apartemen satu kamar tidur di sebuah gedung dengan gym pribadi, kolam renang, dan restoran di lantai bawah.
Dia menghabiskan sekitar 600 dolar AS setiap bulan untuk makanan, sering kali memesan makanan dari restoran lokal di aplikasi populer bernama Gojek. Pengeluaran Gbenro lainnya yang lebih besar termasuk asuransi kesehatan, transportasi dengan menyewa sepeda motor dengan biaya 98 dolar AS, telepon 28 dolar AS, asuransi kesehatan 137 dolar AS, binatu 60 dolar AS, dan traveling 300 dolar AS.
Gbenro suka bepergian setidaknya sekali setiap bulan dan sering pergi ke Uluwatu, sebuah wilayah kecil di ujung barat daya Bali yang terkenal dengan surfing.
"Saya mungkin menghabiskan uang yang sama dengan yang saya keluarkan setiap bulan jika saya tinggal di San Diego, tetapi kualitas hidup saya jauh lebih tinggi. Saya menjalani kehidupan yang mewah," ujarnya.
Gbenro mengatakan, bagian paling menantang dalam membangun kehidupan barunya di Bali adalah berjuang melawan kesepian.
"Saya pergi ke pantai setiap hari, minum kelapa dan melihat matahari terbenam yang indah, tetapi saya tinggal sendiri dan tidak punya teman di sini," ujarnya.
Begitu dia mulai mengunjungi ruang kerja di Bali dan menghadiri acara networking secara langsung, Gbenro mengatakan, menjadi lebih mudah untuk membangun persahabatan dekat dengan ekspatriat dan penduduk lokal lainnya. Dia bisa bahasa Indonesia, tetapi banyak orang yang tinggal di Bali juga berbicara bahasa Inggris.
"Saya benar-benar dicintai dan disambut oleh orang Bali. Semua orang selalu tersenyum, mereka benar-benar tulus yang tidak bisa Anda dapatkan di tempat lain," ucapnya.
Gbenro mengatakan, dia tidak mengalami ketidaknyamanan dan diskriminasi yang sama seperti yang dia hadapi di AS.
"Bali tidak memiliki sejarah yang sama dengan Amerika dengan rasisme dan diskriminasi menurut saya, mereka lebih menerima orang asing dan orang-orang dari latar belakang yang berbeda. Orang hanya melihat saya sebagai sesama manusia, bukan orang kulit hitam," tuturnya.
Dia juga menganut beberapa tradisi lokal dalam rutinitas sehari-harinya, di mana setiap pagi bangun pukul 08.00 dan bermeditasi sebelum menyeduh secangkir teh dan memeriksa emailnya. Meditasi telah lama menjadi bagian dari agama Hindu, yang merupakan agama populer di Bali.
"Ini keputusan terbaik yang pernah saya buat," kata Gbenro tentang pindah ke Bali.
Dia berencana untuk menghabiskan sisa hidupnya di Bali dan memiliki rumah di San Diego, Turki dan Karibia yang bisa dia kunjungi beberapa kali dalam setahun.
"Sesuatu tentang Bali membuat saya berada di sini. Akhirnya terasa seperti di rumah," ujar Gbenro.
Editor: Jujuk Ernawati