Persaingan Ketat 2 Orang Terkaya Asia: Taipan Berharta Rp1.875 Triliun Vs Rp1.387 Triliun
NEW DELHI, iNews.id - Reliance Industri Ltd milik Mukesh Ambani sedang mempertimbangkan untuk membeli raksasa telekomunikasi asing. Ini dilakukan di tengah kabar orang terkaya Asia, Gautam Adani yang berencana menawar jaringan 5G di India.
Reliance Jio Infocomm Ltd. milik Ambani adalah pemain teratas di pasar seluler India. Sedangkan Grup Adani bahkan tidak memiliki lisensi untuk menawarkan layanan telekomunikasi nirkabel. Tetapi gagasan dia ingin terjun ke bisnis telekomunikasi, membuat mantan orang terkaya Asia Ambani dalam siaga tinggi. Hal itu menurut sumber yang mengetahui hal tersebut.
Orang yang dekat dengan Ambani menyarankannya untuk mengejar target luar negeri dan melakukan diversifikasi di luar pasar India. Sementara lainnya, menasehati lebih baik menghemat dana untuk menangkis segala tantangan di dalam negeri.
Menurut sumber, Ambani yang memiliki kekayaan bersih sebesar 93,2 miliar dolar AS atau Rp1.387,5 triliun, pada akhirnya tidak pernah menawar perusahaan asing karena dia memutuskan untuk mempertahankan kekuatan finansialnya jika ada tantangan dari Adani, yang kekayaannya melonjak tinggi. Berdasarkan data Bloomberg Billionaires Index, kekayaan Adani mencapai 126 miliar dolar AS atau Rp1.875,7 triliun.
Namun setelah berkembang secara damai di wilayah mereka masing-masing selama lebih dari dua dekade, dua orang terkaya di Asia ini semakin menapaki landasan yang sama karena Adani secara khusus mengarahkan pandangannya ke luar area fokus tradisionalnya.
Ini menyiapkan panggung untuk bentrokan dengan implikasi yang meluas baik di luar perbatasan India, maupun di dalam negeri karena ekonomi 3,2 triliun dolar AS merangkul era digital, memicu perlombaan untuk kekayaan di luar sektor-sektor yang dipimpin komoditas, di mana Ambani dan Adani menghasilkan kekayaan pertama mereka.
Peluang yang muncul dari e-commerce, hingga streaming dan penyimpanan data, mengingatkan pada ledakan ekonomi AS abad ke-19, yang memicu kebangkitan dinasti miliarder seperti Carnegies, Vanderbilts, dan Rockefeller.
Kedua keluarga India ini sama-sama haus akan pertumbuhan dan itu berarti mereka pasti akan bertemu satu sama lain, kata Arun Kejriwal, pendiri perusahaan penasihat investasi Mumbai KRIS, yang telah melacak pasar India dan dua miliarder itu selama dua dekade.
"Ambani dan Adani akan bekerja sama, hidup berdampingan dan bersaing. Dan akhirnya, yang terkuat akan berkembang," kata dia, dikutip dari Bloomberg, Kamis (4/8/2022).
Perwakilan dari perusahaan Adani dan Ambani menolak berkomentar mengenai hal ini. Namun dalam sebuah pernyataan publik pada 9 Juli lalu, Grup Adani mengatakan, mereka tidak berniat memasuki ruang seluler konsumen yang saat ini didominasi oleh Ambani, dan hanya akan menggunakan gelombang udara yang dibeli di lelang pemerintah untuk menciptakan solusi jaringan pribadi, dan untuk meningkatkan keamanan siber di bandara dan pelabuhannya.
Terlepas dari komentar itu, spekulasi tersebar luas bahwa dia mungkin akhirnya berani menawarkan layanan nirkabel untuk konsumen.
"Saya tidak meremehkan entri yang diperhitungkan oleh Adani ke ruang seluler konsumen nanti untuk bersaing dengan Reliance Jio, jika tidak sekarang," ujar Sankaran Manikutty, mantan profesor di Institut Manajemen India di Ahmedabad.
Selama beberapa dekade, bisnis Adani terfokus pada sektor-sektor seperti pelabuhan, pertambangan batu bara, dan pelayaran. Ini merupakan area yang Ambani hindari di tengah investasi besar-besarannya di minyak. Tapi selama setahun terakhir, itu berubah secara dramatis.
Pada Maret lalu, Grup Adani disebut sedang menjajaki kemitraan potensial di Arab Saudi, termasuk kemungkinan membeli ke eksportir minyak raksasa, Aramco. Beberapa bulan sebelumnya, Reliance, yang masih mendapatkan sebagian besar pendapatannya dari bisnis yang terkait dengan minyak mentah, membatalkan rencana untuk menjual 20 persen saham di unit energinya ke Aramco.
Kedua miliarder itu juga memiliki tumpang tindih yang signifikan dalam energi hijau, dengan masing-masing berjanji untuk menginvestasikan lebih dari 70 miliar dolar AS di ruang yang sangat terkait dengan prioritas pemerintahan Perdana Menteri India Narendra Modi.
Adapun Adani telah mulai menunjukkan ambisi yang mendalam dalam layanan digital, olahraga, ritel, petrokimia, dan media. Sementara Ambani sudah mendominasi sektor-sektor ini atau memiliki rencana besar untuk mereka.
Di bidang telekomunikasi, jika Adani mulai menargetkan konsumen secara besar-besaran, sejarah menunjukkan harga bisa jatuh di tengah fase awal persaingan, tetapi naik lagi jika kedua perusahaan mengamankan duopoli, dengan ruang nirkabel India saat ini didominasi oleh tiga pemain swasta. Ketika Ambani terjun di bisnis telekomunikasi pada 2016, dia menawarkan panggilan gratis dan data murah.
Di permukaan, kedua pria itu tampak sangat berbeda. Ambani yang berusia 65 tahun mewarisi Reliance dari ayahnya. Sedangkan Adani yang berumur 60 tahun adalah seorang pengusaha mandiri.
Tetapi mereka juga memiliki beberapa kesamaan yang luar biasa. Kedua pria ini memiliki sejarah persaingan yang sangat ketat, mengganggu sebagian besar sektor tempat mereka menginjakkan kaki dan kemudian mendominasi. Keduanya memiliki keterampilan eksekusi proyek yang sangat baik, sangat berorientasi pada detail dan mantap dalam mengejar tujuan bisnis dengan rekam jejak dalam memberikan proyek-proyek besar, kata analis dan eksekutif yang telah bekerja dengan mereka.
Keduanya berasal dari provinsi barat Gujarat, negara bagian asal Modi. Mereka juga telah menyesuaikan strategi bisnis dengan prioritas nasional perdana menteri.
Tidak semua kesepakatan Adani tumpang tindih dengan Reliance, dan dia terus maju dengan pengeluaran untuk M&A bahkan ketika Ambani tetap berhati-hati dalam membelanjakan banyak uang di luar negeri di tengah prospek global yang tidak pasti. Adani Group justru mengakuisisi pelabuhan Haifa di Israel pada Juli senilai 1,2 miliar dolar AS. Pada Mei, dia membeli unit semen India Holcim seharga 10,5 miliar dolar AS.
Untuk saat ini, sebagian besar terobosan baru Adani sangat baru sehingga dampak penuhnya sulit untuk segera diukur. Namun para analis sepakat kedua orang terkaya di Asia ini kemungkinan akan memainkan peran besar dalam membentuk kembali lanskap bisnis India, yang berpotensi meninggalkan porsi ekonomi yang semakin besar di tangan dua keluarga.
Itu bisa menandai konsekuensi di negara yang hanya melihat kesenjangan pendapatan melebar selama pandemi. Direktur Pusat Alternatif Pembangunan di Ahmedabad Indira Hirway mengatakan, di tengah kemajuan ekonomi India yang saat ini mirip dengan apa yang disebut sebagai Zaman Emas Amerika pada abad ke-19, negara Asia Selatan itu sekarang menghadapi risiko meningkatnya ketidaksetaraan.
"Diversifikasi yang cepat dan tumpang tindih di antara mereka dapat menyebabkan duopoli jika mereka bekerja sama, merugikan perusahaan-perusahaan kecil di sektor ini. Jika mereka mulai bersaing, itu dapat berdampak pada keseimbangan lanskap bisnis karena kedua konglomerat akan memperebutkan sumber daya dan bahan baku," tuturnya.
Editor: Jujuk Ernawati