PKS Tolak Rencana Pengalihan Subsidi Gas Elpiji 3 Kg ke Kompor Listrik, Ini Alasannya
JAKARTA, iNews.id - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR menolak rencana pemerintah mengalihkan subsidi gas elpiji 3 kg atau gas melon ke kompor listrik.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher, mengatakan alasan penolakan karena pengalihan subsidi dari gas melon ke kompor listrik tidak sesuai sasaran pada kelompok masyarakat miskin.
“Kami tidak sependapat dengan rencana pemerintah yang ingin mengalihkan subsidi gas elpiji 3 kg. PKS justru mendorong agar penerima subsidi gas elpiji 3 kg sesuai dengan target, yaitu kelompok masyarakat miskin, rentan miskin, dan atau kurang mampu,” kata Netty dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (21/9/2023).
Menurut dia, rencana transisi energi melalui konversi gas elpiji 3 kg ke kompor listrik mustahil diterapkan secara nasional selama keandalan pasokan listrik di seluruh Indonesia belum kuat dan merata
"Infrastruktur kelistrikan yang mumpuni baru ada di Pulau Jawa dan Bali," ujar Netty.
Bukan hanya menolak rencana perubahan subsidi, lanjutnya, Fraksi PKS juga meminta pemerintah agar menjamin ketersediaan gas melon di pasaran.
"Jangan sampai rencana tersebut membuat gas elpiji hilang atau sulit dicari di pasaran. Kasihan masyarakat yang membutuhkannya," ungkap Netty.
Selain itu, Netty juga mengungkapkan bahwa Fraksi PKS DPR RI meminta pemerintah agar tetap memberikan subsidi listrik untuk pengguna 450 dan 900 volt ampere.
Dia mengungkapkan, pemerintah harus menjamin ketersediaan listrik bagi rumah tangga miskin, rentan miskin dan atau kurang mampu dengan cara pemberian pemasangan listrik 450 volt secara gratis
“Subsidi energi ini sangat penting karena pergerakan tarifnya akan sangat berdampak terhadap daya beli masyarakat,” tutur Netty.
Dia menambahkan, Fraksi PKS juga berpendapat jerat hutang menjadi ancaman yang mengkhawatirkan bagi kemandirian pembangunan nasional. Pasalnya, beban utang pemerintah yang akan diwariskan pada generasi mendatang angkanya sudah sangat tinggi.
“Sayangnya APBN yang terbatas justru digunakan untuk proyek yang ambisius, tidak prioritas, bahkan bermasalah sejak perencanaan, seperti, proyek Ibu Kota Negara baru, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, termasuk penyertaan modal untuk BUMN-BUMN yang terus merugi," kata Netty.
Editor: Jeanny Aipassa