Platform Jualan Online Kasih Harga Murah, Nasib Ritel Konvensional Terancam
JAKARTA, iNews.id - Kehadiran platform jualan online tak hanya membuat pembeli di pasar grosir menurun, tetapi juga mengancam keberlangsungan ritel konvensional termasuk pusat perbelanjaan.
Beberapa waktu lalu, sejumlah pedagang di Pasar Tanah Abang meminta pemerintah menutup TikTok Shop karena mengancam kelangsungan usaha pedagang di pusat grosir tekstil terbesar di Asia Tenggara itu.
Tak hanya itu, Mall Atrium Senen milik perusahaan terbuka PT Cowell Development Tbk (COWL) juga menuju kebangkrutan karena tingkat kunjungan masyarakat yang turun tajam. Akibatnya, COWL resmi menjual asetnya, yakni Plaza Atrium Segitiga Senen pada 16 Agustus 2023.
Perusahaan tercatat itu berpotensi hengkang dari bursa efek Indonesia (BEI) lantaran mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial atau secara hukum.
Status COWL sebagai perusahaan terbuka dan perusahaan tercatat (emiten) di BEI pun tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Mal atau pusat perbelanjaan lainnya yang dikabarkan sepi karena banyak toko yang tutup, antara lain Ratu Plaza, yang berada di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, dan Plaza Semanggi, di Jakarta Selatan.
Belakangan ritel konvensional memang minim kunjungan karena masyarakat mulai beralih ke belanja online. Hal itu, terutama karena platform jualan online memberikan harga yang lebih murah dibandingkan toko konvensional.
Belum lagi pengguna platform jualan online juga dimanja dengan jasa kirim dari transaksi yang dilakukan, sehingga tidak perlu repot-repot untuk datang langsung ke toko.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengakui bahwa harga barang yang dijual di platform online itu harganya bisa 50 persen lebih murah jika dibandingkan dengan barang di toko konvensional. Zulhas menyebutnya praktik tersebut sebagai predatory pricing, yang dilarang dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Karena kalo predatory pricing itu dia bisa jual murah dulu, orang (pedagang) mati nanti dia naikin lagi harganya. Nah ini yg terjadi, barang punya harga Rp95.000 yang dijual Rp50.000," kata Zulhas di Pasar Tanah Abang beberapa hari lalu.