Seperti Kanker, Sertifikat Digital Dinilai Tak Akan Sanggup Lenyapkan Mafia Tanah
JAKARTA, iNews.id - Mafia lahan atau tanah di Indonesia seperti kanker. Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat, selama lima tahun terakhir (2015-2019) setidaknya ada 9.000 aduan sengketa lahan. Dari jumlah aduan yang masuk, 50 persen di antaranya terkait mafia tanah.
Sementara pada 2020 tercatat 61 kasus mafia tanah yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Guna meminimalisir jenis kejahatan agraria tersebut, pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN menerbitkan sertifikat tanah berbentuk digital. Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil berharap langkah tersebut dapat menurunkan angka korupsi lahan di Indonesia.
Apakah sertifikasi tanah digital menjadi solusi atas persoalan mafia tanah di dalam negeri? Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menyebut, penerbitan sertifikat merupakan kerangka lain di luar dari langkah pencegahan mafia tanah. Artinya, penerbitan sertifikat elektronik hanyalah konversi dari manual ke digital dan tidak berpengaruh besar pada angka pencegahan kejahatan di sektor agraris tersebut.
"Sertifikat tanah elektronik hanya program lain dari pemerintah terkait legalitas atau perlindungan kepemilikan tanah. Di sisi lain, masih banyak masyarakat miskin di sejumlah wilayah yang belum tercover dengan program perlindungan itu," ujar Iwan saat dihubungi Minggu (13/12/2020).
Dia menegaskan, program digitalisasi sertifikat tanah hanyalah upaya otoritas untuk meyakinkan kepada masyarakat hal itu berhubungan dengan upaya pemberantasan mafia lahan di Indonesia. Padahal, tidak demikian.
"Wilayah-wilayah masyarakat miskin yang tidak tercover dengan program perlindungan atas tanah, selalu menjadi incaran dari para mafia tanah ini sehingga angka penggusuran semakin membesar. Harus dilihat, termasuk digitalisasi itu adalah, dalam kerangka yang lain, digitalisasi itu pemerintah menggunakan satu proyek baru untuk menjawab sesuatu yang disebut mafia tanah," katanya.
Editor: Dani M Dahwilani