Stafsus Menteri BUMN: Kondisi Garuda Saat Ini karena Dulu Ugal-ugalan
JAKARTA, iNews.id - Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Sinulingga mengatakan, kondisi Garuda Indonesia saat ini yang memiliki banyak utang disebabkan sikap 'ugal-ugalan' manajemen perusahaan penerbangan milik negara itu di masa lalu.
Dia menuturkan, sikap 'ugal-ugalan' itu terkait biaya sewa (leasing) pesawat yang digelontorkan manajemen Garuda sebelumnya, padahal leasing Garuda Indonesia mencapai 27 persen atau paling tinggi di dunia. Kekeliruan tata kelola pun menyebabkan keuangan emiten dengan kode saham GIAA ini mengalami kontraksi mendalam di saat dunia dihadapkan pada krisis kesehatan dan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
"Kita tahu kondisi Garuda saat ini karena memang dulu itukan ugal-ugalan, penyewa-penyewa pesawat yang dilakukan oleh pihak Garuda. Ugal-ugalan inilah yang membuat kondisi Garuda dan diperparah dengan kondisi Corona saat ini. Corona ini puncaknya saja, mereka punya pondasi yang sangat jelek," kata Arya kepada wartawan, Senin (25/10/2021).
Meski begitu, berbagai langkah penyelamatan tetap ditempuh Kementerian BUMN selaku pemegang saham Garuda agar bisnis emiten penerbangan pelat merah tetap efisien dan membaik. Misalnya, melakukan negosiasi dengan kreditur dan perusahaan penyewa pesawat (lessor) global melalui skema restrukturisasi utang.
"Jadi, semua pihak harus bersama-sama. Jangan minta pemerintah seperti ini, jangan seperti itu, kita harus lihat dengan riil dan lebih rasional dengan kondisi Garuda saat ini, tidak sekadar sentimen dan sebagainya. Kita harus menyelamatkan dengan cara negosiasi," ujar Arya.
Sementara itu, Kementerian BUMN telah memutuskan mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ-1000 dan mengakhiri kontrak dengan Nordic Aviation Capital atau NAC yang jatuh tempo pada 2027 mendatang.
Selain itu, Garuda juga mengajukan proposal penghentian dini kontrak sewa enam pesawat Bombardier CRJ1000 lainnya kepada Export Development Canada (EDC). Garuda tengah melakukan negosiasi early payment settlement contract financial lease enam pesawat tersebut.
Proses negosiasi dengan NAC sudah dilakukan berulang kali. Meski begitu, NAC belum memberi persetujuan. Pemegang saham menilai hal itu tidak menjadi kendala. Dalam kajiannya, pemegang saham tetap memutuskan untuk mengembalikan 12 pesawat CRJ-1000.
Pemegang saham juga mengakui ada kesalahan bisnis Garuda Indonesia. Kesalahan itu terkait minimnya pemanfaatan rute penerbangan domestik. Padahal data penerbangan masih didominasi oleh penumpang domestik.
Tercatat, 78 persen penumpang menggunakan pesawat untuk bepergian antar pulau dengan estimasi perputaran uang mencapai Rp1.400 triliun. Karena itu, perubahan model bisnis Garuda akan difokuskan pada rute penerbangan domestik. Langkah ini diambil untuk memanfaatkan ceruk pasar domestik yang masih potensial.
Editor: Jujuk Ernawati