Tingkatkan Iklim Usaha dan Daya Saing Indonesia, Revisi UU Kepailitan dan PKPU Mendesak Dilakukan
                
                Menurut dia, penegakan hukum kepailitan yang kuat dan konsisten berdasarkan hukum atau peraturan yang relevan dapat membantu meminimalkan risiko penyalahgunaan proses kepailitan, yang dapat berdampak negatif pada para pemegang saham dan kreditur.
Di sisi lain, lanjutnya, ketidakpastian penyelesaian yang adil dalam putusan kepailitan dikhawatirkan dapat meningkatkan persepsi risiko dalam pemberian pinjaman. Akibatnya, lembaga keuangan mungkin memandang pinjaman kepada individu atau perusahaan di Indonesia lebih berisiko, karena tidak yakin dengan prosedur dan perlindungan hukum yang akan diberikan dalam proses kepailitan.
“Oleh karena itu, untuk mengkompensasi risiko yang lebih tinggi, mereka mungkin menawarkan tingkat bunga yang lebih tinggi. Dengan demikian biaya peminjaman akan naik dan ekonomi secara keseluruhan akan menjadi lebih buruk,” ungkap Simms.
Untuk itu, revisi UU Nomor 37 Tahun 2004 perlu segera dilakukan, mengingat peraturan dalam penyelesaian kepailitan menjadi salah satu indikator penilaian dari Bank Dunia dalam indeks Ease of Doing Business (EoDB) Bank Dunia.
Berdasarfkan laporan EoDB Bank Dunia pada 2020, peringkat Indonesia dalam topik Resolving Insolvency berada di posisi 38 dunia. Jika dibandingkan dengan sesama negara di Asia Tenggara, Indonesia berada di bawah Thailand yang berada di posisi 24 dan Singapura di peringkat 27.
Editor: Jeanny Aipassa